TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melarang sejumlah pihak mengisi kendaraan bermotornya dengan jenis BBM tertentu (JBT) atau minyak solar subsidi mulai 1 Agustus 2019.
Kebijakan itu sesuai Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.
BPH Migas mengendalikan kuota solar subsidi ini untuk menghindari over kuota hingga akhir tahun.
Baca: Dibuka Menpar, Hadiah Besar Menanti Juara Festival Pacu Jalur 2019
Baca: Si Pink Bright Gas Ramaikan Festival Kuliner Sukabumi
Baca: Rivaldo: Duet Neymar dan Ronaldo di Juventus Pasti Fantastis
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menyebutkan beberapa jenis kendaraan yang dilarang mengisi JBT minyak solar, yaitu truk pengangkut hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan.
Selain itu, kendaraan bermotor berpelat merah, mobil TNI/Polri, sarana transportasi air milik pemerintah.
BPH Migas juga melarang mobil tangki BBM, CPO, dump truck, truck trailer, truk gandeng dan mobil molen atau mobil semen mengisi jenis bahan bakar minya yang disubsidi itu.
Fanshurullah menambahkan, penyalur dilarang untuk melayani pelaku usaha mikro di sektor perikanan, pertanian, transportasi, dan air jika membeli tanpa menggunakan surat rekomendasi dari instansi berwenang.
"Sektor pertanian ini hanya tidak boleh jika tidak bawa rekomendasi. Kuota untuk nelayan ini 1,8 juta KL (kiloliter)," jelasnya saat konferensi per di Gedung BPH Migas, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Adapun jenis kapal yang bisa membeli JBT jenis minyak solar juga dibatasi untuk yang berukuran di bawah 30 GT.
Jika di atas itu, maka tak bisa membeli solar subsidi.
"Kalau kapal berukuran di atas 30 GT memakai itu (JBT minyak solar) itu bisa diproses polisi," tuturnya.
Sebelumnya, pembatasan kuota ini dilakukan karena BPH Migas memprediksi kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar pada tahun ini akan jebol berkisar 0,8-1,4 juta Kiloliter (KL).
Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, kuota BBM bersubsidi jenis solar ditetapkan sebesar 14,5 juta kl. Angka ini lebih rendah dibandingkan kuota di 2018 sebesar 15,62 juta kl.
Sementara itu, berdasarkan hasil verifikasi BPH Migas, realisasi volume BBM bersubsidi jenis solar sampai Juli 2019 sudah mencapai 9,04 juta kiloliter (kl).
Adapun hingga akhir tahun 2019 konsumsi BBM bersubsidi itu diperkirakan mencapai 15,31-15,94 juta kl.
"Jadi diperkirakan over kuota 0,8-1,4 KL. Kami sepakat untuk melakukan pengendalian," kata Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa saat konferensi pers di Gedung BPH Migas, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Menurut Ifan, begitu sapaan akrabnya, over kuota ini diduga karena terjadinya penyelewengan konsumsi BBM bersubsidi jenis solar oleh industri tambang dan perkebunan.
"Selanjutnya kami bersama pihak berwajib akan berkoordinasi melakukan peningkatan pengawasan, pengendalian, sosialisasi hingga penindakan hukum," tegasnya.