TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Frekuensi penerbangan Sriwijaya Air berkurang hingga 50 persen akibat masalah finansial perusahaan, serta pemberhentian layanan jasa perawatan dan pemeliharaan dari anak usaha Garuda Indonesia, GMF Aero Asia.
Direktur Operasi Sriwijaya Air Capt Fadjar Semiarto mengungkapkan, Sriwajaya Air telah mengurangi jumlah pesawat yang beroperasi dari 30 menjadi 12 unit.
Imbasnya, frekuensi penerbangan juga berkurang dari sekitar 245 menjadi 110 rute penerbangan per hari.
"Pesawat saja sudah lebih dari 50 persen kan dari 30 ke 12. Apalagi frekuensi penerbangannya, turun rutenya yang diterbangi dari 245 jadi 110-120an per hari," kata Fadjar di kawasan Sabang, Jakarta, Senin (30/9/2019).
Sementara itu, Fadjar dan Direktur Teknik Sriwijaya Air Romdani Ardali Adang memutuskan untuk mengundurkan pada hari ini.
Dia mengaku telah merekomendasikan agar perusahaan menghentikan operasi, karena hasil pemeriksaan pesawat atau Hazard Indentification and Risk Assesment (HIRA) dengan nilai 4A atau dalam kondisi merah.
Baca: Setelah Rekomendasi Berhenti Operasi, Direksi Sriwijaya Air Mengundurkan Diri
Menurutnya, hal itu berpotensi membahayakan operasional penerbangan.
Menurutnya, salah satu risiko bila operasional maskapai tetap dijalankan adalah soal pengadaan sparepart ketika pesawat mengalami masalah.
"Kalau dilihat kan masalahnya di keuangan, tidak bisa bayar bengkel (GMF), tidak bisa beli sparepart. Misalnya kalau punya montir dan sopir, mobilnya bisa berproduksi baik gak? Bisa jalan enggak atau kalau berhenti di tengah jalan bagaimana," ujarnya.