TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan agar biaya sertifikasi halal yang mulai diwajibkan pada Kamis (17/10/2019), tidak membebani para pengusaha berskala kecil dan menengah atau UKM.
Menurut Jusuf Kalla, perlu ada kebijakan yang diatur agar sertifikasi halal tidak membebani pengusaha, seperti pemberian subsidi dari Kementerian Keuangan.
"Kalau perlu yang UKM itu bayarnya hanya berapa rupiah saja. Karena kalau suruh bayar mahal (sertifikasi halal) UKM dia akan mahal sekali ongkosnya," ujar JK di kantor Wapres JK, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (16/10/2019).
Baca: Kopi Asal Indonesia Diminati Warga Rusia
Baca: Ngabalin Tak Bisa Pastikan PAN Bergabung dengan Koalisi Pemerintah
"Coba ini Kementerian Keuangan bisa diberikan subsidi, masa BPJS (Kesehatan, red) saja (yang diberi subsidi)," lanjutnya.
JK menilai dengan adanya kewajiban sertifikasi halal ini keuntungan langsung akan didapatkan oleh pemilik produk tersebut.
"Ini bukan hanya halal saja tapi halalan toyyiban artinya hal-hal yang baik dan tidak membahayakan itu konsepnya. Memperlancar pemasaran untuk industri juga," kata dia.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, bahwa pemberlakukan kewajiban sertifikasi halal dilakukan bertahap.
Tahap pertama ini akan dimulai pada produk makanan dan minuman serta produk jasa yang terkait keduanya.
"Prosesnya akan berlangsung dari 17 Oktober 2019 sampai 17 Oktober 2024," ujar dia.
Sertifikasi halal berada di bawah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama sesuai amanat UU No 33 Tahun 2014.
BPJPH sebagai stakeholder utama akan dibantu oleh berbagai pihak seperti BPOM, MUI, Polri, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Luar Negeri, maupun Kementerian Keuangan.