Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Gerindra, Gus Irawan Pasaribu meminta pemerintah mengkaji secara mendalam aturan mengenai pemilihan bos BUMN.
Hal ini terkait status Basuki Tjahaja Purnama Ahok sebagai mantan narapidana (napi) yang dipermasalahkan saat dirinya dikabarkan akan menjadi petinggi perusahaan di BUMN.
“Perlu dikaji lebih mendalam, kalau benar pemerintah akan memilih Ahok menjadi pejabat di BUMN,” ujar legislator Gerindra ini di Kompleks DPR RI, Jakarta, Jumat (15/11/2019).
Karena dia menjelaskan, seseorang yang ingin melamar pekerjaan saja wajib melampirkan SKCK. Dan bila ada catatan kepolisian atas perbuatannya terakait tindak pidana, pasti yang bersangkutan tidak akan lolos.
Terkait Ahok, kata dia, tercatat sebagai mantan terpidana. Untuk itu perlu pengkajian yang mendalam dan serius dari pemerintah mengenai hal itu.
“Persoalan besarnya adalah beliau mantan terpidana. Orang setiap melamar pekerjaan saja wajib melamputkan SKCK. Bila ada catatan Kepolisian atas perbuatan seseorang itu terkait tindak pidana, sudah pasti tidak lolos,” jelasnya.
Politikus Golkar Ace Hasan Syadzily menilai kasus yang menjerat Ahok bukanlah kasus korupsi atau maladministrasi.
Menurutnya, Ahok masih bisa untuk menjadi pimpinan BUMN. “Harus dibedakan kasus penjaranya Ahok kan bukan soal korupsi atau maladministrasi. Jadi menurut saya, Pak Ahok layak ditempatkan di BUMN,” tegasnya.
Tanggapan Pimpinan DPR
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menilai Kementerian BUMN harus mengkaji aturan mengenai pemilihan bos BUMN.
"Silakan Kementerian BUMN mengkaji secara filosofinya kemudian secara dampaknya, kemanfaatannya dan sebagainya," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/11/2019).
Menurut politikus Golkar itu, Kementerian BUMN memiliki hak serta kewenangan dalam menempatkan seseorang di pimpinan BUMN.
Namun, pemilihan tersebut harus didasari aturan yang berlaku, termasuk status Ahok yang merupakan kader PDI Perjuangan,