Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip menyatakan, Indonesia tetap akan menghadapi persoalan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada tahun depan.
Sunarsip menjelaskan, CAD diperkirakan ada di level 2,5 persen hingga 3 persen didorong harga minyak yang diperkirakan turun jadi sekira 58 dolar AS per barel.
"Biasanya harga minyak turun harga komoditas lain juga turun. Kita tetap hadapi CAD yang tinggi, terutama karena dorongan dari sektor minyak dan gas," ujarnya di kawasan Tendean, Jakarta, Jumat (6/12/2019).
Mencegah anjloknya harga minyak tersebut, ia menambahkan, pemerintah menggenjot pembangunan beberapa kilang di Tuban dan Cilacap.
Baca: Kembali Melemah, Rupiah Tembus Rp 14.100 Per Dolar AS
Selain itu ekspor non migas juga diperkirakannya melemah akibat ada perang dagang, sehingga pemerintah mengambil kebijakan hilirisasi.
"Di tengah perang dagang ini pemerintah menggalakan kebijakan hilirisasi, agro industri. Daripada harga turun maka kita manfaatkan sendiri, sehingga bisa beri nilai tambah," katanya.
Adapun, Sunarsip optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa menembus 5 persen dengan nilai tukar rupiah stabil di kisaran Rp 14.200- Rp 14.500 per dolar AS dan inflasi terjaga di 3,3 persen plus minus 1 persen.
"Ini cukup proporsional ditengah dinamika eksternal. Terjaganya nilai tukar dan inflasi untuk menjaga reputasi ekonomi di pelaku pasar uang bahwa ekonomi Indonesia stabil," pungkasnya.