TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dampak penyebaran virus corona semakin berbahaya hingga bisa menggerus pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 0,5 persen.
Ekonom sekaligus Komisaris Independen BCA, Raden Pardede mengatakan, lembaga keuangan dunia sudah mulai menghitung dampak kerugian tersebut.
"Virus corona sudah mulai dihitung, sekarang sudah dianggap oleh WHO bahwa ini bisa merebak ke seluruh dunia. Ekonom World Bank dan IMF juga katakan bisa gerus ekonomi dunia 0,5 persen," ujarnya di Wisma Antara, Jakarta, Jumat (31/1/2020).
Sementara itu, saat ini juga masih dihitung berapa orang meninggal, namun sebenarnya bukan meninggalnya itu jadi sorotan, tapi mobilitas manusia.
Baca: Skenario Karantina Ratusan WNI yang Dievakuasi dari Wuhan
Baca: UPDATE Pasien Virus Corona per Sabtu (1/2/2020) Pagi: 11.921 Terinfeksi, 259 Orang Meninggal Dunia
"Turis asal China akan berhenti 250 juta orang ke seluruh dunia. Bahkan di dalam China tidak ada mobilitas, apalagi ke luar negeri, kata Raden.
Demikian halnya dengan penerbangan dari China juga sementara berhenti, sehingga virus corona ini jadi musuh dunia bersama, tidak hanya China yang menderita.
"Turis ke Bali akan berkurang dari China dan ke Australia mungkin lebih banyak lagi," ujarnya.
Bursa Asia Anjlok
Penutupan perdagangan saham di pekan terakhir Januari 2020 berada di zona merah. Beberapa indeks saham jatuh berguguran.
Indeks Hang Seng turun 0,52 persen, indeks Straits Times terkoreksi 0,53 persen, dan indeks Kospi terpangkas 1,35 persen.
Sementara, perdagangan di bursa saham China masih diliburkan seiring dengan libur Tahun Baru China.
Di Amerika Serikat (AS) imbas dari wabah corona membuat pertumbuhan ekonomi melemah.
Baca: Untuk Pertama Kalinya Pemegang Paspor China Khususnya dari Provinsi Hubei DIlarang Masuk Jepang
Baca: Asrama Haji Pondok Gede Jadi Opsi Lokasi Karantina WNI dari Wuhan
Kepala Ekonom Grant Thornton Diane Swonk mengatakan, virus corona dipastikan berdampak pada sektor layanan penerbangan di Amerika Serikat.
Bahkan, berbagai maskapai penerbangan telah mengurangi penerbangan dan membatasi beberapa perjalanan.
"Dampak yang akan ditimbulkan oleh virus corona terhadap manufaktur membuat pukulan untuk Boeing. Dan, seberapa besar dampak langsungnya terhadap permintaan di China dan dampak limpahannya bagi seluruh dunia? Sepertinya kita akan mendapatkan pertumbuhan kurang dari 2 persen di kuartal pertama," kata Diane, dilansir dari Business Insider.
Sementara itu Ekonom Barclays AS, Jonathan Millar memperkirakan, pertumbuhan kuartal pertama hanya sebesar 1,5 persen, angka ini termasuk antisipasi setengah persentase poin dari pengurangan produksi yang dilakukan Boeing.
Di kuartal ketiga, Jonathan berharap pertumbuhan dapat mencapai 2,5 persen.
Jonathan menjelaskan, dampak virus corona tidak hanya akan dirasakan pertumbuhan ekonomi China.
Perusahaan multinasional AS yang melakukan bisnisnya di China seperti Starbucks dan McDonald pun telah merasakan dampaknya.
Alhasil mereka memilih tutup karena takut dengan rantai pasokan. Sedangkan dampak Boeing juga dikatakan akan berisiko lebih besar dari perkiraan.
"Kami mengasumsikan bahwa penghentian produksi Boeing untuk 737 MAX mengurangi pertumbuhan PDB kuartal I. Dengan beberapa risiko efek yang lebih besar jika ada limpahan dari PHK, dan lainnya," jelasnya. (van/business insider/wly)