TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Industri e-commerce di Indonesia terus bertumbuh pesat.
Menurut GlobalWebIndex tahun 2019, Indonesia merupakan negara dengan tingkat adopsi e-commerce tertinggi di dunia.
Sebanyak 90% dari pengguna internet berusia 16-64 tahun di Indonesia pernah melakukan pembelian produk dan jasa secara online.
Tidak hanya dari sisi perubahan gaya hidup konsumen, industri e-commerce juga membuka lebih banyak peluang bisnis baru, serta menghasilkan dampak beruntun (trickle-effect) bagi industri di sektor pendukung, seperti logistik, infrastruktur IT, dan operator e-commerce.
Meskipun berada dalam situasi bisnis yang semakin kompetitif, banyak potensi di industri e-commerce Indonesia yang masih belum tergali, terutama di berbagai kota di luar Pulau Jawa.
Memasuki tahun 2020, Sirclo, perusahaan penyedia layanan solusi e-commerce (e-commerce enabler) memaparkan beberapa tren dan peluang yang akan dihadapi oleh pelaku bisnis dalam era digital ini.
“Berdasarkan hasil penelitian internal dan insight yang kami dapatkan dari klien brand kami, kami menyimpulkan setidaknya terdapat tiga tren industri e-commerce yang perlu diantisipasi oleh brand dan pemilik usaha di tahun ini,” ungkap Brian Marshal, CEO dan Founder dari Sirclo.
Pertama, peningkatan daya beli dan engagement di wilayah luar pulau Jawa. Data internal SIRCLO yang diperoleh dari kampanye HARBOLNAS 12.12 lalu menunjukkan peningkatan transaksi e-commerce yang signifikan dari wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa, seperti Bengkulu, Nusa Tenggara Barat, dan Papua. Potensi dan aktivitas e-commerce yang melambung ini diprediksi akan terus meningkat di tahun 2020. Sehingga, penting bagi brand untuk mulai meningkatkan fokus dan aktivitas ke luar Pulau Jawa.
Kedua, pertumbuhan industri e-commerce Indonesia didominasi oleh penjualan ritel yang terdiri dari beberapa kategori, seperti fesyen, consumer goods, maupun produk-produk kecantikan dan kesehatan. Pertumbuhan pesat ini banyak difasilitasi oleh kehadiran marketplace. Dengan kemudahan dalam membuka lapak atau toko online, kini pelaku bisnis dapat menawarkan jasa atau produk secara digital dengan jangkauan konsumen yang lebih luas. Selain itu, munculnya banyak brand baru di beberapa tahun terakhir juga akan mempengaruhi pertumbuhan jumlah reseller dan distributor dari brand-brand tersebut.
Ketiga, konsumen di era modern cenderung memiliki kebiasaan belanja yang memanfaatkan platform online sekaligus offline. Menurut data dari McKinsey, 20% pelanggan Indonesia biasanya melakukan riset produk di toko online sebelum akhirnya membeli produk di toko offline. “Kedua segmen semakin terikat dan tak terpisahkan. Bila brand memiliki presensi online yang baik, maka penjualan offline pun akan meningkat,” tambah Brian.
Menanggapi ketiga tren tersebut, brand dan pemilik bisnis perlu semakin cermat dalam memahami strategi yang dibutuhkan untuk memaksimalkan pertumbuhan bisnis.
Brian menekankan bahwa peluang besar industri e-commerce Indonesia tahun 2020 terbagi menjadi 3 pilar utama, yaitu:
1. Brand.com, atau website yang dibangun khusus sebagai toko online sebuah brand. Membangun brand sendiri tidak bisa lepas dari membangun presensi dan identitas online dan salah satu cara utamanya adalah dengan membangun situs/toko online sendiri.
2. Marketplace, yaitu kanal yang memfasilitasi transaksi jual beli online, seperti Tokopedia, Shopee, JD.ID, dan Lazada. “Di permulaan, bisnis perlu memilih platform yang sudah populer terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk membangun basis pembeli yang solid. Kemudian, dari sana pemilik bisnis bisa fokus dalam mengembangkan situsnya sendiri,” ungkap Brian.