TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wilayah Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu dan Donggala sangat rentan gempa bumi dan tsunami.
Sejumlah peneliti sudah lama mengungkapkan hal itu, jauh sebelum terjadinya gempa bumi yang disusul tsunami, serta likuifaksi pada 28 September 2018 lalu. Masyarakat diminta waspada karena wilayah di sana masih sangat rentan dan kemungkinan besar terulang.
Bahkan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta Pemerintah Provinsi Sulteng merevisi tata ruang dan wilayah di kawasan rawan bencana. Hal itu untuk mengurangi risiko kerugian materi dan korban jiwa akibat bencana alam yang masih mengintai Sulteng.
Baca: The Simpson Disebut Sudah Prediksi Virus Corona 27 Tahun Lalu, Benarkah?
Baca: Soal Pemulangan WNI Eks ISIS: Jokowi Menolak, Prabowo Tak Masalah hingga Mahfud MD Sebut Virus Baru
Baca: Gubernur Usul Provinsi Kalbar Dimekarkan Dulu Sebelum Ibu Kota Negara Pindah ke Kaltim
Tragedi gempa bumi disusul tsunami dan likuifaksi ketika itu menyengsarakan masyarakat Sulteng. Korban jiwa saat itu lebih dari 3.700 orang, sekitar 55.000 bangunan hancur, dan kerugian materi mencapai sekitar Rp 18,4 triliun. Tragedi itu menggugah kepedulian Manulife Indonesia di Palu. Di tengah keterbatasan dan kesusahan yang diderita, mereka tetap berjuang membantu nasabah.
“Kantor kami rusak, bahkan kami yang saat itu berada di kantor nyaris tertimpa reruntuhan, beruntung kami selamat. Tetapi, kendaraan kami hancur tertimpa reruntuhan,” ujar Manajer Distrik Manulife Indonesia Palu Seprina Fifian Mangitung dalam keterangannya, Kamis (6/2).
Peristiwa gempa bumi itu merenggut nyawa dua agen perusahaan asuransi jiwa PT Manulife Indonesia yakni Reni Juaningsih dan M Rusli. Kantor rusak, listrik padam, jaringan komunikasi terhambat, dan dokumen-dokumen porak poranda.
Mengetahui hal ini, pihak kantor pusat Manulife Indonesia di Jakarta bertindak cepat. Mereka mengirim pasokan bantuan, termasuk memberikan informasi-informasi penting untuk penanganan bantuan terhadap nasabah.
“Kami semua, staf kantor dan agen-agen yang ada tetap bekerja mencari nasabah dan membantu memberikan bantuan, termasuk kepada masyarakat,” ujar Fifian.
Seluruh agen mendapat bantuan, termasuk biaya untuk merenovasi rumah yang rusak akibat gempa. Bahkan, ada beberapa agen yang mendapat dana hingga puluhan juta Rupiah untuk memperbaiki kendaraan mereka yang rusak saat terparkir di kantor Manulife di Palu.
Staf Kantor Manulife di Palu, Rosalina Hariyanti mengisahkan, kantor pusat di Jakarta meminta para staf dan agen terlebih dulu memprioritaskan keluarga dan nasabah.
“Inilah yang membuat kami semangat untuk bangkit, di tengah kesusahan, kami tetap berupaya membantu nasabah-nasabah,” tutur Lina.
Ketika itu, kantor pusat di Jakarta, mengirim data informasi seluruh nasabah. Manulife ingin memberi kemudahan dalam proses klaim, termasuk dokumen-dokumen yang diminta. Pencairan juga dipercepat.
Tak hanya itu, seluruh nasabah yang terdampak bencana juga mendapat keringanan berupa pembebasan pembayaran premi selama satu tahun. Seluruh premi selama satu tahun itu ditanggung Manulife Indonesia.
Sejumlah agen Manulife di Palu mengakui, kepedulian Manulife itu mendapat sambutan positif bagi masyarakat Palu.
Hal itu ternyata sangat berkesan di hati mereka. Makanya, saat ini, agen tidak kesulitan ketika berkisah tentang pentingnya proteksi bagi keluarga.
Magi Maya, salah satu agen Manulife mengakui, kunjungan masyarakat ke kantor Manulife bertambah sekitar 20 persen dari sebelum terjadi tragedi gempa bumi.
“Walaupun memang banyak dari mereka belum bersedia membeli polis karena memang perekonomian masih belum mendukung. Tetapi setidaknya, dengan mereka datang saja itu sudah cukup bagus bagi kami,” ujar dia.
Tak hanya itu, kepedulian Manulife terhadap para agen juga membuat jumlah agen bertambah yang sebelumnya hanya 79 orang, kini menjadi sekitar 90 orang. Adi G Yusuf, nasabah Manulife asal Palu mengisahkan, kedua orangtuanya, beserta empat pegawai, dan satu pengunjung tewas saat bangunan restoran “Dunia Baru” milik keluarga Adi runtuh.
Ia selamat karena ketika itu berada di lantai dua. Tak lama setelah kejadian, pihak Manulife datang dan mengurus proses pencairan asuransi.
“Kami diberitahu bahwa semua dipermudah pengurusan pencairan dan semacamnya, termasuk dokumen-dokumennya. Jujur, kami tenang. Apalagi habis gempa, kami butuh dana tambahan, soalnya apa-apa serba mahal, dan tidak bisa membuka rekening dan segala macam. Ternyata penanganan Manulife cepat, sekitar dua minggu, sudah cair,” kisah Adi yang mengaku memperoleh dana sekitar Rp 550 juta dari Manulife untuk dua polis yang dimiliki mendiang ibunya.
Hal senada dikatakan Sufiaty Sonrang, pensiunan pegawai Pemprov Sulteng yang suaminya, Suparman Hasan, tewas tertimpa pagar beton saat gempa terjadi. Saat gempa, ia mengungsi ke Makassar. Baru lima hari di Makassar, ia dihubungi pihak Manulife yang ingin memproses pencairan untuk klaim polis suaminya.
“Semuanya serba cepat dan mudah, dokumennya pun sederhana, cukup surat kematian dan kartu keluarga, karena memang Manulife memahami, saat tragedi, pasti banyak keluarga yang kesulitan dengan barang-barang serta dokumen milik mereka,” papar Sufiaty.
Ia menjelaskan, semua proses dibantu pihak Manulife. Semuanya tidak ada yang dipersulit. Hanya lima hari kerja, ternyata sudah cair. “Jumlahnya membuat kami kaget, karena mencapai Rp 600 juta. Jelas itu sangat membantu, apalagi saya hanya pensiunan,” kenang Sufiaty.
Tidak hanya itu, ia juga mendapat fasilitas dibebaskan dalam membayar premi selama satu tahun. Pihak Manulife yang membayar preminya itu. Sejak kejadian tersebut, baik Adi maupun Sufiaty mulai sadar pentingnya asuransi bagi masyarakat Indonesia. Apalagi, tragedi tidak bisa diketahui kapan akan terjadi.
“Sebaiknya kita semua punya asuransi. Kita tidak tahu tiba-tiba dibutuhkan, karena itu sangat berguna. Awalnya saya termasuk orang yang tidak percaya sama asuransi. Dengan kejadian seperti ini, saya semakin paham sebaiknya tiap keluarga memiliki asuransi. Soalnya kita tidak tahu kapan terjadi tragedi, kecelakaan, dan kematian,” ujar Adi.
Berdasarkan pengalaman itulah yang membuat saat ini Sufiaty berniat bergabung menjadi agen Manulife. Menurut dia, pentingnya membangun pemahaman pentingnya memiliki proteksi perlu terus digaungkan kepada masyarakat Indonesia.
Pada kesempatan terpisah, Direktur dan Chief Marketing Officer Manulife Indonesia Novita Rumgangun menjelaskan, pihaknya memahami kebutuhan solusi perencanaan keuangan keluarga Indonesia yang beragam, termasuk kebutuhan nasabah yang mengalami musibah bencana alam.
Menurut dia, nasabah tidak perlu khawatir akan dipersulit dalam mengajukan klaim. Terbukti hingga November 2019 (unaudited), Manulife Indonesia telah membayarkan klaim sebesar Rp 5,3 triliun atau setara Rp 15 miliar per hari atau Rp 608 juta per jam.
Sebelumnya, pada tahun 2018, Manulife membayar klaim ke nasabah Rp 5,5 triliun atau Rp 15 miliar setiap harinya, dan Rp 626 juta setiap jamnya. Tahun 2017, Manulife Indonesia membayar klaim ke nasabah sebesar Rp 6,6 triliun atau sekitar Rp 18 miliar per hari atau berkisar Rp 753 juta per jam.
Tahun 2016, jumlah klaim yang dibayar sebesar Rp 6,8 triliun, sedangkan pada tahun 2015 mencapai Rp 5,6 triliun.
Berita Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: Meski bencana datang, Manulife tetap berupaya wujudkan komitmen kepada nasabah