TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak terbantahkan, sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor yang memegang peranan penting bagi jalannya sebuah perusahaan.
Di era yang makin serba digital dan disruptif saat ini, sebagus dan secanggih apapun peranti kerja yang dimiliki perusahaan, tidak akan bisa menegasikan peranan SDM, karena manusialah yang akan mengoperasikan peralatan yang dimiliki perusahaan.
Sejumlah perusahaan menganggap karyawan sebagai aset karena merekalah yang memegang peranan penting dalam keberhasilan perusahaan tersebut.
Dalam konteks itu, perusahaan sangat berkepentingan mempertahankan karyawan demi mencegah terjadinya turnover karyawan.
Berdasarkan penelitian, permasalahan yang dihadapi oleh banyak perusahaan saat ini adalah tingkat turnover karyawan.
Hasil penelitian Wibawa Prasetya, dosen Fakultas Teknik Atma Jaya, menunjukkan, turnover karyawan di perusahan mencapai 18,46 persen.
Baca: Pose Pertama BCL Usai Berkabung, Tampil Senyum Bareng Maia Estianty dan Rossa
Turnover yang tinggi ini menurutnya disebabkan banyak hal, salah satunya adalah diabaikannya pertimbangan adversity quotient (AQ) saat HRD perusahaan merekrut karyawan baru.
Baca: Pinjaman Online Lagi Disorot, Begini Metode Penagihan yang Benar Menurut Cashwagon
Adversity quotient didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengendalikan permasalahan, mempertanyakan mengapa dan darimana permasalahan itu timbul, mengenali dan mengetahui akibat permasalahan yang dihadapi serta bagaimana kemampuan dan ketangguhan individu dalam upaya menyelesaikan permasalahan itu.
Baca: Aplikasi Car Sharing Share Car Anti Ganjil-Genap, Armadanya Disiapkan di Parkiran Gedung dan Mal
Sementara turnover intention adalah keinginan yang timbul dari diri seorang karyawan untuk meninggalkan perusahaan dan pekerjaannya untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
Keinginan untuk meninggalkan perusahaan nampak dalam bentuk perilaku seperti memikirkan untuk keluar, mencari alternatif pekerjaan lain, niat untuk keluar, absensi meningkat, malas bekerja, protes terhadap atasan, perilaku yang berbeda dari biasanya.
Wibawa Prasetya menjelaskan, semakin tinggi skor adversity quotient, kepuasan kerja dan motivasi kerja, maka turnover intention semakin menurun.
Wibawa menegaskan, untuk menekan tingkat turnover perusahaan perlu memilih calon karyawan dengan tingkat adversity quotient yang tinggi sehingga akan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja dan motivasi kerja, pada akhirnya turnover intention menurun.
Namun, faktanya dalam penerimaan karyawan baru, jelas Wibawa, sebuah perusahaan kerap kali hanya mempertimbangkan Intelegence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ).
Padahal, fakta juga memperlihatkan bahwa seseorang yang memiliki IQ dan EQ yang tinggi belum tentu memilik AQ yang tinggi pula.