TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan melakukan restrukturisasi terhadap PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Akademisi STIE Perbanas Surabaya, Abdul Mongid mengatakan keputusan tersebut memberi harapan baru bagi pemenggang polis Jiwasraya yang telah jatuh tempo.
Menurutnya, ada dua skenario pembayaran dana nasabah yang dijanjikan Maret 2020 atau bulan depan.
“Ketika pemerintah memberi suntikan dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau skema apa pun, ini skenario madu bagi nasabah tapi merugikan masyarakat pembayar pajak. Jika ternyata pemegang saham (Kementerian BUMN) tetap melakukan restrukturisasi tanpa memberi talangan, skenario segelas racun yang diterima nasabah,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (27/2/2020).
Mongid menjelaskan, jika skenario racun terjadi, yang menjadi korban adalah pemegang polis.
Hampir dapat dipastikan tidak akan ada pembayaran dana polis atau klaim yang jatuh tempo.
OJK secara organisasi juga menjadi korban, sejak dulu OJK sebenarnya berharap pemegang saham akan memberikan suntikan likuiditas.
OJK sebenarnya bisa saja menutup Jiwasraya, tapi ini tidak dilakukan karena adanya semacam "gentlemen’s agreement" dengan pemerintah.
Secara makro, tidak adanya suntikan dana segar berarti hancurnya kepercayaan terhadap industri asuransi di Indonesia.
“Kita berharap pemerintah memilih kebijakan yang berpihak pada nasabah Jiwasraya karena implikasi atas ketidaksetujuan melakukan bail-in sangat besar, baik bagi nasabah, OJK, industri asuransi, maupun kepercayaan publik kepada pemerintah,” ujarnya.
“Tanpa bail-in dari pemerintah, restrukturisasi yang dijanjikan ibarat hanya pepesan kosong,” tutur Mongid.