Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mencatat adanya penurunan omzet hingga 50 persen pada semua sektor transportasi.
Hal ini dikarenakan adanya wabah virus corona atau Covid-19, yang berdampak dan menekan bisnis sektor transportasi.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto, mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan semua sektor usaha transportasi, dan disimpulkan Covid-19 berdampak pada semua aspek transportasi.
Baca: Indikasi Pertama Jadon Sancho ke Manchester United dan Tutup Harapan Chelsea
Baca: Kisah Pilu Perawat Lawan Stigma di Tengah Pandemi Corona, Ditampar & Diancam, Jenazah Ditolak
Baca: Pembalap Ini Curhat Pendapatannya Berkurang Drastis Akibat MotoGP 2020 Ditunda karena Wabah Corona
"Hal ini tentunya karena adanya pengaruh kebijakan pemerintah, yang mengimbau agar masyarakat melakukan aktivitas di rumah hingga menutup tempat wisata," ucap Carmelita, Minggu (12/4/2020).
Ia menambahkan, pelaku usaha sangat memahami tujuan dari kebijakan pemerintah ini. Tetapi sejalan dengan kebijakan ini, bersamaan juga dengan penurunan pendapatan angkutan.
Menurut Carmelita, Kadin Indonesia Bidang Perhubungan mencatat penurunan pendapatan pada angkutan barang, telah mencapai 25 persen hingga 50 persen.
"Kami memprediksi, penurunan pendapatan ini bisa lebih parah pada enam bulan ke depan. Seiring perpanjangan masa darurat pandemi Covid-19 hingga 29 Mei 2020," ucap Carmelita.
“Jika kondisi masih berlarut dan berkepanjangan maka diprediksi, akan banyak pelaku usaha angkutan jalan yang akan gulung tikar,” lanjutnya.
Dia memprediksi penurunan omzet bisa lebih parah pada enam bulan ke depan seiring perpanjangan masa darurat pandemi covid-19 hingga 29 Mei 2020.
"Jika kondisi masih berlarut dan berkepanjangan, maka diprediksi akan banyak pelaku usaha angkutan jalan yang akan gulung tikar," ujarnya.
Pihaknya berharap ada stimulus yang diberikan pemerintah akibat kondisi luar biasa ini. Stimulus tersebut bisa berupa pembebasan atas kewajiban pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Sementara di moda transportasi udara, penurunan frekuensi sudah sejak awal 2020. Di awali penutupan rute ke Tiongkok, kemudian dilanjutkan penutupan rute ke Arab Saudi dan Korea Selatan, ditambah tidak adanya kegiatan bepergian telah menekan pendapatan operator maskapai antara 20-50 persen.
"Bukan hanya perusahaan yang mengalami kesulitan, tentu karyawan perusahaan penerbangan yang berjumlah puluhan ribu ini dapat terkena dampak perumahan," tambah dia.
Pada sektor moda transportasi udara, lanjut Carmelita, adanya stimulus berupa penundaan pembayaran pajak PPH 21 dan 23 selama enam bulan dimulai April 2020, penundaan pembayaran terkait biaya bandara, biaya navigasi dan biaya bahan bakar avtur selama enam bulan dimulai April 2020. Selain itu, peniadaan biaya parkir pesawat.
Sedangkan di sektor moda transportasi laut diharapkan kebijakan relaksasi pinjaman, kebijakan relaksasi perpajakan dan kebijakan dari kementerian teknis dan BUMN.
"Pada kebijakan relaksasi pinjaman misalnya, pelaku usaha moda transportasi laut mengharapkan adanya penundaan pembayaran, penjadwalan ulang angsuran pinjam pembayaran pinjaman bank. Lain itu adanya diskon suku bunga pinjaman, pemberian modal kerja untuk membiayai A/R (account receivable) dan operasional perusahaan terutama dalam mengantisipasi THR, dan kemudahan persyaratan proses relaksasi pinjaman," pungkasnya.