TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri, menilai Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) sebagai salah satu langkah yang tepat untuk menciptakan lapangan kerja yang berkualitas.
Tidak hanya itu, RUU ini juga dinilai mampu meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia sehingga berpengaruh terhadap permintaan dan upah mereka.
Pernyataan Jose ini disampaikan untuk menanggapi hasil survei dari Persepsi Pekerja dan Pencari Kerja terhadap RUU Cipta Kerja (Omnibus Law), kerja sama Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Cyrus Network, yang diumumkan melalui video conference beberapa waktu lalu.
Baca: Gapki: Minyak Sawit Tersedia Jelang Puasa dan Lebaran
“Pekerjaan berkualitas itu jarang sekali dinikmati pekerja. Walaupun kita punya salah satu undang-undang atau aturan ketenagakerjaan yang paling restriktif di dunia. Itu ternyata tidak menjamin pekerja mendapatkan pekerjaan yang berkualitas,” ujarnya di Jakarta, Senin (20/4/2020).
Baca: DPRD Sidoarjo Usulkan Bantuan Rp 1 Juta Untuk Tiap Keluarga Terdampak Covid-19 Selama PSBB
Bahkan, Yose juga memaparkan bahwa menurut data survei tenaga kerja Indonesia, lebih dari 50% pekerja Indonesia mendapatkan upah di bawah upah minimum. Hal ini sangat jauh bila dibandingkan dengan negara tetangga Indonesia di Asia Tenggara.
“Kenapa upah minimum rendah, jauh di bawah upah minimum, permasalahan yang terjadi karena sebenarnya permasalahannya satu, karena permintaan terhadap tenaga kerja Indonesia itu lemah. Rendah sekali,” ujarnya.
"Kuncinya adalah meningkatkan permintaan akan tenaga kerja melalui investasi berkualitas dengan Reformasi Ekonomi yang serius," tambah Yose Rizal. Dengan demikian, dia meyakini RUU Omnibus Law Ciptaker bila dilihat dari kerangka reformasi ekonomi, dapat menjadi solusi dari permasalahan ekonomi khususnya ketenagakerjaan yang dihadapi Indonesia.
"Ini sangat urgent dilakukan, momentumnya sangat penting karena saat recovery ekonomi terjadi kita bisa ketinggalan dibanding yang lainnya. RUU Cipta Kerja ini bagian dari itu, sehingga cukup urgent untuk dilakukan. Tapi perlu ada proses komunikasi yang intens," kata Yose Rizal.
Sebelumnya, Guru Besar Statistika IPB, Khairil Anwar Notodiputro, mengatakan bahwa mayoritas atau 82% para pekerja dan pencari kerja setuju bahwa RUU Omnibus Law ditujukan untuk memperbaiki regulasi yang menghambat investasi.
"RUU juga mempermudah perizinan berusaha (90,2% setuju), serta mempermudah pendirian usaha untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK) (86,4% setuju)," kata Khairil Anwar Notodiputro dalam video conference itu.
Sebanyak 95,4% setuju bahwa dalam regulasi baru nantinya di samping pemberian pesangon, perusahaan wajib memberikan penghargaan lain sesuai masa kerja pekerja.
Sebanyak 81,2% responden percaya bahwa RUU ini nantinya dapat mendorong produktivitas pekerja. RUU ini juga dianggap pro terhadap pertumbuhan ekonomi (64%), pro terhadap penciptaan lapangan kerja (72%), pro terhadap investasi (83,5%), serta pro Usaha Menengah Kecil (58,9%).
Kendati demikian, kata Khairil, RUU Cipta Kerja masih memiliki tantangan terkait isu negatif dan rumor yang berkembang.
Meski yang tidak percaya lebih banyak (55,1%), namun ada 41,1% responden percaya bahwa RUU Cipta Kerja bisa membuat pekerja bisa dikontrak seumur hidup. "Sebanyak 36,5% responden juga masih percaya RUU ini bisa membuat pengusaha bisa memberhentikan karyawan kapan pun," kata dia.