Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM menggelar pertemuan secara virtual dengan 45 pelaku koperasi simpan pinjam (KSP), Kamis (23/4/2020).
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan meminta agar KSP yang memiliki nasabah dan cabang yang cukup banyak agar tidak membuat masyarakat resah.
Terlebih lagi hingga merugikan masyarakat secara material dan immaterial.
“Hal itu justru dikhawatirkan akan berujung pada menurunnya citra koperasi dan masyarakat,” kata Rully.
Pemerintah, sambungnya, mengajak para pelaku KSP untuk membangun sinergi di tengah situasi corona.
“Krisis ekonomi yang dilatar belakangi oleh mewabahnya Covid-19, telah menyebabkan kesejahteraan masyarakat yang menurun luar biasa. Dalam keadaan seperti ini, tidak ada satu pihak pun yang diuntungkan secara mutlak. Dan keadaan ini tidak tahu sampai kapan akan berakhir,” kata Rully.
Ia mengatakan di tengah keadaan seperti ini, pemerintah menyadari tidak mungkin mampu menyelesaikannya sendiri tanpa melibatkan seluruh komponen bangsa sesuai dengan kapasitas dan posisinya.
“Maka setidak-tidaknya pertemuan ini bertujuan, selain untuk membangun sinergi antara program yang digulirkan pemerintah, khususnya Kementerian Koperasi dan UKM, dengan pelaku Koperasi, khususnya KSP,” katanya.
Sementara Staf Khusus Menteri Bidang Hukum, Pengawasan Koperasi dan Pembiayaan Kemenkop UKM, Agus Santoso mengatakan lewat Surat Nomor 158 Tahun 2020 telah disampaikan kepada Gubernur dan Kapolda seluruh Indonesia terkait perlindungan keberlangsungan usaha khususnya bagi KSP.
“Hal itu agar transaksi dan ragam layanan Koperasi sebagai badan usaha milik anggota dapat terus berjalan dipadukan dengan protokol yang digariskan dalam menanggulangi penyebaran Covid-19,” kata Agus.
Di sisi lain Kementerian Koperasi dan UKM telah bekerja sama dengan penegak hukum dan juga OJK, serta Kemenkumham untuk tidak memberi toleransi pada koperasi yang melakukan tindakan moral hazard dan melanggar hukum, apalagi yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis.
Hal tersebut di masa lalu yang belum dilakukan, karena keterbatasan payung hukum, dalam hal ini UU Nomor 25 Tahun 1992, dalam hal penindakan hukum oleh pihak Kementerian.
“Ke depan, sambil menunggu RUU Koperasi disahkan, keadaan penyimpangan ini tidak bisa ditolerir. Tidak boleh lagi, koperasi dimanfaatkan oleh pihak yang sama sekali tidak bervisi dan berprinsip koperasi yang benar,” ujarnya.