TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyebaran wabah virus corona (Covid-19) berdampak pada sektor ekonomi masyarakat. Satu di antaranya sektor pariwisata, yang saat ini tengah gigit jari karena berkurangnya jumlah wisatawan lokal maupun asing yang datang ke Indonesia.
Sejumlah agen travel mengalami kerugian. Untuk mengurangi dampak tersebut, perusahaan menggunakan berbagai cara agar tidak gulung tikar dan bisa bertahan selama masa pandemi.
Salah satunya termasuk dengan memotong gaji karyawan, agar bisa mempertahankan karyawan untuk tidak diberhentikan atau di-PHK.
Seperti yang dialami Gery (29), karyawan salah satu perusahaan perjalanan (travel) di Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten.
Baca: Jika Kim Jong Un Benar Meninggal, Pengamat Militer Sebut Perang Saudara di Korut Bisa Saja Terjadi
Gery terpaksa harus menerima gajinya dipotong hingga 30 persen oleh perusahaan.
Ia mengatakan dampak pandemi covid-19 ini sangat terasa bagi sektor pariwisata yang lumpuh total selama masa karantina, sehingga perusahaannya harus menyesuaikan kebijakan.
"Beberapa kebijakan dari kantor pun langsung menyesuaikan, saya dan semua karyawan diliburkan hingga waktu yang belum bisa ditentukan dan berimbas pada pemotongan gaji dan tunjangan yang cukup besar," ujar Gery kepada Tribun, Minggu (26/4/2020).
Karena perusahaan tidak memperoleh pemasukan, Gery memperkirakan operasional perusahaan travel tempat dirinya bekerja bahkan harus menggunakan uang pribadi owner dari perusahaan.
"Karena perusahaan sekarang ini nggak ada pemasukan, jadi pasti uang pribadi owner yang kepotong," ujar Gery.
Sistem kerja sama perusahaan travel tempat ia bekerja dengan sejumlah tender seperti penyedia jasa penginapan, hotel, transportasi dan sebagainya dilakukan dengan cara deposit, ada juga dengan cara per project.
Baca: THR PNS 2020 Cair Namun Nominalnya Berkurang dan Pencairan Gaji ke-13 Mundur, Ini Alasan Kemenkeu
Adapun hubungan dengan rekanan perjalanan selama masa pandemi ini dikatanya nyaris lumpuh total.
"Beberapa rekanan saya di Bali saja, ngasih info kalau semua tempat wisata sudah tutup," ujarnya.
Ia tidak tahu sampai kapan keadaan ini akan terus berlangsung.
"Ini nggak bisa diprediksi. Kacau banget," ujarnya.
Gery masih bersyukur, kendati demikian harus terima gaji dan tunjangannya dipotong cukup besar, perusahaan tidak memberhentikannya.
Untuk memenuhi kebutuhannya selama Ramadan dan menjelang hari Raya Idul Fitri, dia mengaku tidak terlalu berdampak karena statusnya yang single.
Ia juga berharap pandemi ini akan segera berakhir secepatnya.
"Karena yang kena dampak banyak banget," kata dia.
Sementara itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tengah mempersiapkan perubahan tren baru berwisata usai pandemi covid-19.
Baca: Gubernur Osaka Umumkan Nama 6 Pachinko Bandel, Masih Buka di Tengah Pandemi Corona di Jepang
"Kami menyiapkan destinasi sesuai dengan kondisi new normal. Destinasi itu disiapkan dengan mengedepankan prinsip sustainable tourism, termasuk di dalamnya soal kesehatan, dan keamanan," kata Sekretaris Kemenparekraf, Ni Wayan Giri Adnyani.
Menurutnya, pemerintah membagi tiga tahapan dalam penanganan wabah corona mulai dari masa tanggap darurat, pemulihan, dan normalisasi.
Pemerintah juga telah merealokasi anggaran dan menerapkan program khusus selama masa tanggap darurat covid-19.
"Realokasi akan diarahkan untuk berbagai macam program yang sifatnya pendukungan masa tanggap darurat untuk membantu sektor pariwisata dan ekonomi kreatif," tutur Ni Wayan Giri Adnyani.
Sementara itu, Founder and Chairman MarkPlus, Inc, Hermawan Kartajaya, menjelaskan sektor pariwisata paling terdampak oleh pandemi Covid-19.
"Semua sekarang sadar ketika pariwisata stop, ekonomi juga stop. Semua baru sadar bahwa pariwisata adalah tulang punggung ekonomi. covid-19 ini menarik, karena pariwisata tak akan pernah sama lagi," kata Hermawan.
Destinasi wisata Bali menjadi contoh bagus dalam mengkombinasikan “God, people, nature” dalam sektor pariwisata.
Baca: Jika Kim Jong Un Benar Meninggal, Pengamat Militer Sebut Perang Saudara di Korut Bisa Saja Terjadi
Ia memprediksi setelah Covid-19 akan semakin banyak wisatawan yang menuntut pariwisata tidak hanya dari segi harga, tetapi juga keberlangsungan lingkungan di destinasi tujuan.
Mereka menginginkan destinasi berkualitas dengan alam dan keamanan lebih baik, sistem mitigasi, di mana bisa terjadi dengan menggabungkan ketiga unsur tersebut.
"Kalau bicara bertahan atau surviving itu sudah pasti. Sekarang tinggal bicara preparing atau mempersiapkan ketika wisatawan kembali setelah Covid-19. Bali jadi contoh dan punya ketahanan. Nusa Tenggara Barat juga sekarang sedang preparing karena melihat potensi di masa depan," kata Hermawan.(Tribun Network/ras/nas/wly)