Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Produsen energi global utama saat ini tengah mengalami 'kelebihan' pasokan minyak mentah karena hal ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah.
Di tengah melesunya ekonomi global yang disebabkan pandemi virus corona (Covid-19), importir bersih China telah mengambil keuntungan dari harga terendah perdagangan minyak pada bulan ini untuk menimbun cadangan strategisnya.
Baca: Minyak Mentah Brent untuk Pengiriman Juli Naik Lebih Dari 25 Dolar AS Per Barel
Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (27/4/2020), China mengimpor minyak mentah 1,6 persen lebih sedikit dari Arab Saudi pada Maret lalu, karena pengiriman dari Rusia melonjak sekitar 31 persen.
Menurut angka-angka yang dikutip dari bea cukai negara itu, terlepas dari penghentian kegiatan ekonomi yang disebabkan oleh corona, China telah mengimpor 4,5 persen lebih banyak minyak mentah pada Maret 2020 dibandingkan tahun sebelumnya.
Total pengirimannya pun mencapai rata-rata 9,68 juta barel per hari (bph) untuk bulan itu.
Perlu diketahui, total pasokan Saudi ke China pada Maret kemarin mencapai 7,21 juta ton, karena Rusia juga mengirim 7,02 juta ton selama periode yang sama.
Namun impor minyak China dari Amerika Serikat (AS) sebagai produsen top dunia, tetap mendekati angka nol pada Maret 2020 karena perang dagang antara kedua negara.
Kendati demikian, nilai impor diperkirakan akan meningkat pada akhir tahun ini setelah penandatanganan perjanjian perdagangan fase satu.
Data juga menunjukkan bahwa China telah menghentikan pembelian minyak Venezuela selama lima bulan terakhir dalam upayanya untuk menghindari ancaman sanksi sekunder dari AS.
Sementara itu, terlepas dari ancaman serupa, impor dari Iran telah tumbuh 11,3 persen year on year (YoY) menjadi 2.558 juta ton.
China telah meningkatkan pembelian minyak mentah dalam beberapa pekan terakhir di tengah kondisi harga yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Saat ini kekuatan industri-industri dunia pun secara perlahan kembali normal setelah melesu dihantam corona.
Pekan lalu, untuk kali pertama dalam sejarah, minyak berjangka untuk bulan Mei secara singkat diperdagangkan pada harga negatif sebagai sinyal bahwa ada lebih banyak cadangan minyak di pasar.
Jatuhnya harga minyak saat ini sebenarnya terlepas dari perjanjian OPEC+ dengan negara-negara mitra pada awal bulan ini untuk memangkas produksi minyak sekitar 9,7 juta barel per hari hingga periode Juni mendatang.
Pemangkasan ini dilakukan untuk mengakhiri kelebihan pasokan minyak, di tengah merosotnya permintaan terhadap komoditas satu ini.
Sebelumnya, harga minyak jatuh pada awal Maret, menyusul pertemuan OPEC+, di mana pejabat energi Arab Saudi dan Rusia gagal mencapai kesepakatan tentang berapa banyak persediaan yang harus dikurangi di tengah pandemi corona.
Baca: LPDB-KUMKM Tak Ubah Target Penyaluran Meski sedang Ada Pandemi Virus Corona
Saudi bahkan makin menambah panas situasi dengan mengumumkan diskon besar-besaran dalam kontrak April dan berjanji untuk meningkatkan produksi lebih dari 20 persen.
Negara-negara lain pun mengikutinya, saat para pedagang membeli minyak dengan harga murah dan menempatkan komoditas satu ini pada penyimpanan mereka, dengan harapan mendapatkan keuntungan ketika harga stabil.