Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJamsostek mendukung kebijakan pemerintah terkait rencana relaksasi iuran peserta untuk penanggulangan pandemi wabah virus Covid-19.
Hal itu disampai Direktur Utama BPJamsostek Agus Susanto di Jakarta, Jumat (1/5/2020).
"BPJamsostek mendukung sepenuhnya kebijakan tersebut agar membantu perusahaan atau pemberi kerja tidak melakukan PHK dan memastikan pembayaran THR," ujar Direktur Utama BPJamsostek Agus Susanto.
Baca: Protokol Penanganan Covid-19 RS di Ambon, Pasien dengan Gejala Serupa Langsung Masuk Isolasi IGD
Baca: Sudah 7.748 Kendaraan ingin Mudik Diminta Putar Balik
Agus memastikan program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJamsostek akan melakukan relaksasi iuran sesuai kesepakatan bersama dengan pemerintah.
"Iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) rencananya dipotong 90 persen atau cukup dibayarkan pemberi kerja sebesar 10 persen setiap bulannya selama 3 bulan dan dapat diperpanjang 3 bulan lagi berdasarkan evaluasi pemerintah," ucap Agus.
Adapun iuran Jaminan Pensiun (JP) rencananya dibayarkan sebesar 30 persen setiap bulannya selama 3 bulan.
Sedangkan, selebihnya sebesar 70 persen dapat ditunda pembayarannya sampai 6 bulan berikutnya.
Agus menyampaikan, pemberian manfaat program JKK, JKM dan JP kepada peserta tidak akan terpengaruh atau berkurang meski adanya kebijakan mendukung pemerintah.
Namun dari empat program jaminan sosial ketenagakerjaan yang diselenggarakan BPJamsostek, khusus untuk iuran Jaminan Hari Tua (JHT) tidak dilakukan relaksasi dan tetap dibayarkan pemberi kerja dan pekerja sesuai regulasi berlaku.
Agus menuturkan, pelaksanaan implementasi kebijakan relaksasi iuran itu, masih harus menunggu terbitnya regulasi Peraturan Pemerintah (PP) yang saat ini dalam tahap finalisasi.
“Besaran kompensasi yang dapat dihemat oleh peserta pemberi kerja (pengusaha) dari penyesuaian iuran program JKK, JKM dan JP ini mencapai sebesar Rp 12,6 triliun," tuntasnya.