Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buruh Tani dan Buruh Perkebunan turut merasakan dampak dari pandemi virus corona atau Covid-19.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih menjelaskan tidak hanya buruh di perkotaan yang merasakan krisis akibat virus corona tetapi juga buruh di pedesaan.
Baca: Dedi Nursyamsi Ajak Petani dan Penyuluh Tamba Produktivitas Pertanian Selama Masa Pandemi Covid-19
"Kita harus sadar yang terkena dampak pandemi ini tidak hanya para buruh yang bekerja di perkotaan, buruh tani dan buruh perkebunan di desa juga terkena dampaknya," ujar Henry dalam keterangan tertulisnya menyikapi peringatan Hari Buruh Internasional, Jumat (1/5/2020).
Henry menyebutkan, kondisi buruh tani dan buruh perkebunan di Indonesia berada dalam situasi yang belum sejahtera.
Belum lagi, daya beli buruh tani mengalami penurunan di tengah kenaikan harga kebutuhan rumah tangga akibat pandemi Covid-19.
Sementara bagi buruh perkebunan, kondisi menjadi lebih kompleks mengingat sistem kerja di perkebunan Indonesia masih mewarisi sistem kerja yang sama seperti era kolonial.
Henry melanjutkan, jumlah buruh tani juga mengalami peningkatan di desa.
Banyaknya perampasan tanah (land grabbing), dan dampak dari pasar bebas, mengakibatkan petani kehilangan tanah yang sebelumnya mereka kuasai.
"Hal ini menjadi semakin parah ketika tanah-tanah yang sebelumnya dikuasai terkonversi menjadi industri perkebunan dan industri ekstraktif lainnya seperti pertambangan,“ katanya.
SPI mendorong agar pemerintah mengambil kebijakan yang tepat terkait penanganan Covid-19, satu di antaranya adalah membatalkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang tengah dibahas di DPR-RI.
Baca: Serikat Pekerja: Rakyat Butuh Makan Bukan Pelatihan Online, Hentikan Program Kartu Prakerja
Menurutnya, kondisi krisis yang dialami para buruh dan orang-orang yang bekerja di pedesaan ini akan menjadi lebih buruk lagi apabila RUU Cipta Kerja disahkan.
"Dalam klaster-klaster pembahasannya, seperti klaster kemudahan investasi, klaster pengadaan lahan, justru melanggengkan industri-industri perkebunan dan ekstraktif di pedesaan. Ini akan mempersulit kehidupan para petani, buruh tani, dan orang-orang yang bekerja di pedesaan,” tukasnya.