Laporan Reporter Laurensius Marshall Sautlan SitanggangÂ
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil audit terbaru Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) menemukan bahwa penyaluran pembiayaan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) belum sepenuhnya mematuhi ketentuan dan menerapkan prinsip tata kelola yang baik.
Temuan terbaru BPK tersebut tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan terhadap LPEI tahun 2017 sampai dengan semester I-2019.
Dalam temuannya, BPK menyebut LPEI belum sepenuhnya menerapkan prinsip tata kelola yang baik dalam pemberian dan pengelolaan pembiayaan ekspor nasional.
Alhasil, BPK merekomendasikan agar LPEI melakukan perbaikan pada proses bisnis pembiayaan mulai dari penetapan target market, inisiasi hingga monitoring pembiayaan, sebagai bagian dari kerangka penanganan pembiayaan bermasalah.
Dalam laporan yang dirilis pada 31 Desember 2019 itu disebutkan bahwa LPEI memiliki pembiayaan bermasalah yang cukup tinggi.
Hal ini terjadi di hampir di seluruh sektor pembiayaan. Yang tertinggi antara lain subsektor bidang perikanan dan laut yang punya NPF per tahun 2019 sebesar 56,28 persen.
Baca: Banyak Kasus Gagal Bayar Koperasi, Indef: Fungsi Pengawasan Kemenkop Lemah
Kemudian pada subsektor bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi sebesar 28,5%. Serta ada pula bidang usaha industri logam dasar, besi baja yang NPFnya sebesar 29,92%. Dan masih banyaknya sektor lain yang punya NPF di level 11%-19%.
Baca: Hikmah Pandemi Corona di Mata Natasha Rizky: Bisa 24 Jam Full Jalani Peran Istri dan Juga Ibu
Temuan BPK kedua dalam laporan tersebut juga menyebutkan ada pemberian fasilitas kepada Grup "JD" yang belum sepenuhnya mempertimbangkan kinerja keuangan historikal, proyeksi yang wajar dan kemampuan guarantor.
Baca: Kontes Modifikasi Brio Ke-3: Usung Satu Tema, Honda Pede Rengkuh 700 Peserta
Untuk pembiayaan ini BPK memandang monitoring belum dilaksanakan secara optimal serta skema penanganan pembiayaan bermasalah belum dilakukan untuk semua gurp debitur.
Sementara temuan ketiga, persetujuan pemberian fasilitas pembiayaan dan pemberian izin penerbitan global bond kepada "Grup DT" belum sepenuhnya memperhatikan risiko gagal bayar.Â
Baca: Toyota Ambisi Jadikan Indonesia Basis Produksi SUV
Temuan berikutnya, BPK menilai analisis pemberian pembiayaan kepada "Grup BJU" belum mempertimbangkan aspek terkait penurunan harga dan proyeksi produksi.
Selain itu, belum terdapat agunan yang belum diikat dan belum adanya skema penanganan pembiayaan bermasalah.
Jika dirinci, secara total ada 14 temuan BPK dalam laporan tersebut yang menilai kinerja pemberian fasilitas pembiayaan di LPEI belum maksimal. Terutama pemantauan pada debitur-debitur yang berpotensi bermasalah.