News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU Ciptaker Disebut Bisa Jadi Solusi Sengkarut Regulasi Sawit

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI. Hamparan perkebunan kelapa sawit terlihat dari ketinggian di Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, Jumat (11/10). Menurut Bupati Belitung H Sahani Saleh, Pembangkit Listrik Tenaga Bahan Bakar nabati (PLTBn) pertama di Indonesia rencana akan kembali dikemba

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dukungan kepada DPR dan Pemerintah untuk segera menuntaskan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) kembali datang.

Kali ini dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo).

Baca: Misbakhun Nilai Sri Mulyani Gagal Susun Prediksi Indikator Penting Ekonomi

Ketua Umum Gulat Manurung menilai RUU Ciptaker sangat penting untuk segara disahkan dalam rangka mempaduserasikan regulasi pertanahan dan kehutanan.

Pasalnya, persoalan legalitas lahan merupakan tantangan bagi perkebunan sawit rakyat dalam beberapa tahun terakhir.

Masalah ini disebakan empat tipe konflik tenurial, yaitu perkebunan sawit rakyat dimasukkan ke dalam kawasan hutan, lahan petani berada dalam KHG Fungsi Lindung, lahan petani masuk Peta Indikatif Penundaan Izin Baru, dan moratorium kelapa sawit.

Solusi atas persoalan tenurial yaitu membuat desk petani sawit di Kementerian ATR/BPN, sosialisasi kepada seluruh kantor BPN Provinsi/ Kabupaten, Apkasindo berpartisipasi dalam pemetaan dan pengukuran lahan petani, pemberian sertifikat gratis untuk lahan pekebun sawit, dan proses balik nama kolektif.

Apabila persoalan tenurial tidak dijalankan, petani akan kesulitan mengikuti Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 yang mewajibkan setiap pekebun sawit untuk memiliki sertifikat ISPO dalam lima tahun mendatang.

Sertifikat ISPO mempersyaratkan petani mempunyai surat hak milik (SHM) atas lahan perkebunan kelapa sawit. Di lapangan, masih banyak petani baru mengantongi SKT/SKGR.

“Waktu lima tahun untuk prakondisi ISPO sangat singkat bagi petani. Jangan sampai ada kesan dengan aturan yang ada para petani justru seperti hendak disingkirkan dari sektor industri kelapa sawit di Tanah Air,” ujarnya.

Gulat berharap Omnibus Law Cipta Kerja ini hendaknya bisa memangkas dan menyelaraskan berbagai aturan yang ada agar para petani dapat mengurus status legal lahan mereka dengan mudah, tidak berbeli-belit, serta tidak mengeluarkan biaya pengurusan yang tinggi.

Sementara itu Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Surya Tjandra mengatakan RUU Ciptaker merupakan memaduserasikan aturan di lapangan serta penyederhanaan regulasi pertanahan dalam rangka menjamin kepastian hukum bagi investasi seperti kelapa sawit.

“Industri kelapa sawit menghadapi persoalan tumpang tindih peraturan. Persoalan ini dapat teratasi melalui RUU Cipta Kerja karena terjadi overlapping regulasi di lapangan. Kami ingin kebijakan komprehensif dan berkelanjutan,” kata Surya.

Surya Tjandra menjelaskan bahwa RUU Cipta Kerja ini menjadi dasar untuk menghilangkan ego sektoral serta dasar strategi pemangkasan hiper regulasi.

Jadi, RUU Cipta Kerja berupaya merangkum regulasi dalam satu kesatuan.

Baca: FKMPI Usul Pemerintah Dongkrak Ekspor Hasil Hutan ke Korsel dan Jepang Pascapandemi Covid-19

Kementerian ATR/BPN mempunyai tiga klaster tanggung jawab di dalam RUU Cipta Kerja, yaitu Pengadaan Tanah, Investasi & Proyek Pemerintah, dan Penyederhanaan Perizinan Berusaha.

"Dari hasil pengecekan ke teman peneliti dan pengusaha, tantangan industri sawit adalah data khususnya peta (lahan) kerap terjadi overlapping. Atau peta batasnya yang jelas mana yang memang bisa untuk usaha mana yang tidak mana. Persoalan ini sangat krusial. Di sini lah persoalan data ini dijawab di RUU Cipta Kerja,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini