Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Tresuri dan Internasional PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Putrama Wahju Setyawan mengatakan terjadi peningkatan drastis terkait pemberian relaksasi berupa restrukturisasi pinjaman pada awal April 2020, yakni sebesar Rp 69 triliun.
Jumlah itu diberikan kepada total 103.447 nasabah debitur yang terdampak virus corona (Covid-19).
"Memasuki April 2020, realisasi pinjaman yang direstrukturisasi meningkat signifikan menjadi Rp 69 triliun, dengan total 103.447 debitur," ujar Putrama dalam agenda Press Conference Q1 2020 BNI yang digelar secara virtual, Selasa (19/5/2020) sore.
Angka tersebut meningkat secara signifikan dari pemberian restrukturisasi kredit hingga akhir Maret 2020 yang hanya sebesar Rp 6,2 triliun dengan total 3,884 nasabah debitur.
"(Sedangkan jumlah restrukturisasi) hingga akhir Maret 2020, total restrukturisasi kredit sebesar Rp 6,2 triliun, dengan total 3.884 debitur," kata Putrama.
Menurutnya, ada sejumlah sektor yang terdampak cukup besar.
Sektor perdagangan, restoran dan perhotelan terdampak sebesar 38,4 persen atau Rp 26,8 triliun.
Sementara sektor perindustrian mengalami kerugian sebesar 18,4 persen atau Rp 12,8 triliun.
Lalu sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi terdampak 16,2 persen atau Rp 11,3 triliun.
"Sedangkan berdasarkan segmentasi, yang paling terdampak adalah segmen kecil dengan realisasi restrukturisasi sebesar Rp 27,4 triliun atau 39,3 persen dari total restrukturisasi hingga April 2020," papar Putrama.
Terkait pemberian relaksasi kepada para debitur terdampak itu, kata dia, dilakukan merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
"Assessment terhadap debitur dilakukan secara kasus per kasus agar sesuai dengan kemampuan keuangan atau arus kas debitur," jelas Putrama.
Skema restrukturisasi itu pun dapat diberikan dalam beberapa bentuk.
Mulai dari penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu kredit, penundaan pembayaran angsuran pokok hingga kombinasi dari bentuk restrukturisasinya.
Perseroan telah mencatatkan laba bersih sebesar Rp 4,25 triliun pada kuartal I 2020.
Angka ini mengalami peningkatan sebesar 4,3 persen secara tahunan atau year on year (yoy) jika dibandingkan dengan kuartal yang sama di 2019 yang mencapai Rp 4,08 triliun.
Pada akhir kuartal I 2020, BNI masih mampu menumbuhkan pinjaman sebesar 11,2 persen year on year dari Rp 521,35 triliun pada kuartal I 2019, menjadi Rp 579,60 triliun pada kuartal I 2020.
"Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2019, pinjaman tumbuh 4,1 persen year to date (ytd). Hal ini sejalan dengan strategi BNI yang sangat selektif dalam melakukan ekspansi di tengah Covid-19," tutur Putrama.
Peningkatan pinjaman ini ditopang oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yakni sebesar 10,04 persen year on year yaitu dari Rp 575,75 triliun pada kuartal I 2019 menjadi Rp 635,75 triliun pada kuartal I 2020.
"Dengan pertumbuhan DPK yang baik ini, BNI memiliki likuiditas yang sehat dimana rasio LDR (loan to deposit) BNI pada kuartal I 2020 tercatat sebesar 92,3 persen," tegas Putrama.
Menurutnya, perseroan melewati kuartal I 2020 dengan penuh tantangan karena pandemi virus corona (Covid-19) tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, namun juga menghambat perekonomian.
"Namun di tengah tantangan serius tersebut, BNI berhasil mencatatkan kinerja kuartal I (2020) yang stabil dan cukup dapat diandalkan sebagai bekal menjalankan bisnis hingga akhir tahun yang tidak akan mudah. Terutama pada penguatan likuiditas dan pengelolaan kualitas aset," pungkas Putrama.