News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kebijakan Pajak dan Cukai Produk Tembakau Alternatif Perlu Disesuaikan

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penggemar rokok elektrik atau Vape menunjukan kebolehannya disela acara I Choose to be Healthier di Bandung, Jawa Barat, Rabu (4/12/2019). Roko elektrik tersebut terus diminati kaum milenial. Produk tembakau alternatif ini sudah menjadi sebuah industri yang bernilai hampir USD 2 miliar. Analis Ekonomi percaya bahwa nilai tersebut nantinya akan menyamai produk tembakau konvensional yg ditaksir sudah mencapai lebih USD 20 milyar. (Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Global Forum on Nicotine (GFN) 2020 membahas mengenai pajak dan cukai produk tembakau alternatif yang perlu disesuaikan berdasarkan profil risiko.

Pakar kesehatan masyarakat asal Inggris, Gerry Stimson, yang menjadi salah satu pembicara di GFN, mengatakan, ada 1,1 miliar perokok di dunia perlu didorong untuk beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko. 

"Banyak perokok dari berbagai negara di dunia yang berhasil beralih dari rokok ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko, walaupun jumlahnya masih relatif kecil dibandingkan jumlah perokok di dunia. Saya pikir ini saat yang tepat untuk menjadikan produk tembakau alternatif sebagai pilihan yang lebih rendah risiko,” ujarnya secara daring ditulis Kamis (18/6/2020).

Ia menilai penyesuaian kebijakan pajak dan cukai produk bisa meningkatkan volume perokok tembakau alternatif.

Hal senada diungkapkan Profesor Fakultas Hukum, dan Ketua Dewan Penasihat Pusat Hukum Kesehatan, Kebijakan & Etika di Universitas Ottawa, Kanada David Sweanor.

Ia mengungkapkan pengenaan pajak atau cukai harusnya disesuaikan dengan profil risiko. 

Di Indonesia sendiri cukai untuk produk tembakau alternatif yang termasuk dalam kategori Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), dikenakan tarif tertinggi yaitu 57% sesuai dengan UU Cukai No. 39 tahun 2007. 

Beban cukai HPTL ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan mayoritas produk rokok.

Hal ini bertentangan dengan tren kebijakan di negara lainnya yang mana tarif cukai HPTL umumnya lebih rendah dibandingkan dengan rokok. 

Dengan sistem yang ada dan kemungkinan kenaikan cukai setiap tahun, maka beban cukai setinggi ini hanya akan terus membebani konsumen dan membatasi akses mereka terhadap produk tembakau alternatif produknya.

Jika suatu produk memiliki risiko rendah, maka pajak atau cukai yang dikenakan harus lebih rendah dari produk yang memiliki risiko tinggi.

Sebut saja, seperti e-cigarettes dan produk tembakau yang dipanaskan yang memiliki risiko lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional. 

Dengan tarif pajak atau cukai yang lebih rendah tersebut diharapkan dapat membuat harga produk menjadi lebih terjangkau. 

“Dengan semakin tinggi perbedaan harga, maka semakin tinggi kemungkinan konsumen akan mengubah kebiasaan konsumsi mereka dan itu mendorong ke produk yang lebih rendah risiko,” kata Sweanor.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini