TRIBUNNEWS.COM - PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mengambil peran dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Sebagai bank yang memiliki fokus terhadap pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), BRI secara konsisten melakukan upaya penyelamatan dan membangkitkan UMKM akibat dampak dari pandemi COVID-19.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama BRI Sunarso dalam acara penandatanganan nota kesepahaman dengan Telkom yang dihadiri oleh Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo di Kantor Pusat BRI, Jakarta (30/07).
Sunarso menjelaskan bahwa sejak awal pandemi terjadi BRI memfokuskan diri untuk membantu pelaku UMKM karena UMKM merupakan tulang punggung perekonomian nasional.
“Upaya pertama yang dilakukan BRI yakni dengan gencar melakukan restrukturisasi pinjaman, dan hingga saat ini BRI telah melakukan restrukturisasi pinjaman senilai Rp179,17 Triliun kepada 2,88 juta pelaku UMKM,” jelasnya.
Upaya lain yang dilakukan perseroan yakni memastikan para pelaku UMKM tetap mampu melakukan aktivitas ekonominya dengan memberikan tambahan modal usaha.
“Dalam satu bulan BRI mampu menyalurkan pinjaman yang berasal dari penempatan dana PEN dua kali lipat, yakni sebesar Rp24,94 triliun kepada lebih dari 583 ribu pelaku UMKM. Ini sesuai janji kami, dimana BRI menargetkan untuk me-leverage pinjaman sebesar Rp30 Triliun dalam tiga bulan. Upaya ini untuk mengungkit kembali kemampuan ekonomi UMKM sehingga roda ekonomi terus berputar,” imbuh Sunarso.
Pada saat bersamaan BRI juga menyalurkan stimulus tambahan subsidi bunga sebesar Rp752,1 miliar kepada 5,25 juta rekening pinjaman KUR dan non KUR. Hal ini dilakukan BRI untuk meringankan beban para pelaku UMKM. “Secara aktif kami berkoordinasi dengan Kemenkeu dan Kemenkop UKM untuk mempercepat penyaluran subsidi bunga ini,” urainya.
Di tengah upayanya melakukan penyelamatan UMKM, BRI juga melakukan akselerasi transformasi untuk agar tetap tumbuh berkelanjutan.
Sejalan dengan visi BRI di tahun 2022 untuk menjadi The Most Valuable Bank in Southeast Asia & Home to the Best Talent, BRI telah melakukan serangkaian transformasi yang salah satunya transformasi digital. Transformasi digital diimplementasikan melalui strategi transformasi proses bisnis (digitize) dan transformasi model bisnis (digital) dalam waktu yang bersamaan.
Transformasi proses bisnis dilakukan melalui digitizing core fokus pada upaya eksploitasi produk dan layanan existing di BRI untuk menjadi lebih cepat, lebih baik, dan lebih efisien.
Sejak tahun 2018, BRI berhasil mengakselerasi proses persetujuan kredit dari semula dua minggu menjadi kurang dari dua hari melalui aplikasi mobile BRISPOT.
Sementara itu, dalam rangka Empowering Indonesian Rural Economy, Bank BRI hadir dengan Agen BRILink yang terus tumbuh dimana saat ini terdapat lebih dari 434 ribu agen, melayani lebih dari 52 ribu desa diseluruh Indonesia dengan jumlah transaksi finansial mencapai 321 juta transaksi.
Pada transformasi model bisnis, BRI mengembangkan Digital Ecosystem dengan menjadi Open Banking yang mampu melakukan kolaborasi digital secara masif, aman, dan cepat dengan berbagai mitra layanan digital seperti e-Commerce, Fintech, Ride-sharing, Agritech, dan Edutech, termasuk mengembangkan digitalisasi ekosistem pasar tradisional yang saat ini sudah mulai mendigitalisasi lebih dari 4.300 pasar di seluruh Indonesia sebagai solusi menghidupkan pasar ditengah pandemi COVID-19 yang dikenal dengan inisiatif 'Web Pasar".
“Saat ini BRI juga tengah mengembangkan ekosistem desa sebagai simpul pemberdayaan ekonomi,” jelas Sunarso.
Disamping itu, BRI juga menghadirkan solusi fintech yang radikal melalui digital lending, paylater dan digital saving dalam rangka memberikan solusi nasabah yang semakin cepat, semakin mudah, dan semakin efisien, melalui aplikasi Pinang & Ceria.
Melayani masyarakat sebanyak mungkin, untuk melakukan transaksi sesering mungkin dengan biaya seefisien mungkin, menjadi salah satu inspirasi dari transformasi yang dilakukan Bank BRI.
“Yang dalam implementasinya berupa: menjangkau pasar dan masyarakat seluas-luasnya dari kecil hingga ultra mikro (Go Smaller), membuat produk dengan tenor yang lebih singkat (Go Shorter), serta memanfaatkan teknologi digital agar layanan lebih cepat (Go Faster) dan pada akhirnya menghasilkan efisiensi (Go Cheaper),” pungkas Sunarso. (*)