TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina menggelar Program Langit Biru di Tangerang Selatan untuk mendukung penerapan udara yang lebih bersih.
Dalam Program Langit Biru yang digelar mulai tanggal 13 September 2020 hingga 12 November 2020, PT Pertamina (Persero) mengajak masyarakat Tangerang Selatan untuk menggunakan bahan bakar kendaraan bermotor (BBM) yang lebih berkualitas, seperti Pertamax Series dan Dex Series.
Dengan penggunaan BBM lebih berkualitas, diharapkan emisi gas buang kendaraan lebih sedikit dan polusi udara dapat berkurang.
Baca: Dukung Kesehatan Lingkungan, Pertamina Hadirkan Promo Pertalite di Tangsel
Berdasar pantauan IQAir.com pada 13 September 2020 pukul 21.08 WIB, indeks kualitas udara Tangerang Selatan mencapai 163 dalam kondisi tidak sehat dan tercatat sebagai udara terburuk kedua di Indonesia setelah Kota Bandung.
Baca: Penurunan BBM di Satu Wilayah Dinilai Rentan Timbulkan Penyelundupan
Sehari sebelumnya, kondisi udara Tangerang Selatan tercatat sebagai udara paling buruk di Indonesia dengan indeks kualitas udara mencapai 182 (tidak sehat).
Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dede Ahdi menilai, kondisi udara di Tangerang Selatan makin buruk. Dengan tingkat kualitas berbahaya, perlu segera melakukan perbaikan.
“Tindakan yang bisa diambil mengimbau warga Tangsel untuk berhati-hati dalam beraktvitas yang menambah sumber polusi udara; menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan; hingga mengurangi sumber-sumber pencemaran di wilayah Tangerang Selatan,” ujarnya.
Walhi menilai selama ini Pemkot Tangerang Selatan lalai menjalankan Peraturan Daerah Kota Tanggerang Selatan Nomor 13 tahun 2012 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama dalam hal melakukan pencegahan kerusakan lingkungan hidup, antara lain lalai dalam melakukan inventarisasi sumber pencemar, pemantauan kualitas udara, pengujian emisi gas buang, dan lalai dalam penataan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara dari sumber bergerak maupun tidak bergerak.
Sementara itu, Badan Tenaga Nuklir Nasional atau BATAN, dalam penelitian soal polusi udara, BATAN telah mengambil sampel beberapa kota, seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Pekanbaru, Medan, Palangka Raya, Balikpapan, Makassar, Manado, Ambon, Jayapura, Mataram dan Denpasar.
Dari belasan kota yang diteliti itu, BATAN mencatat bahwa konsentrasi timbal Pb tertinggi ada di Surabaya, Tangerang dan Jakarta. Kandungan timbal Pb dari polusi udara di ketiga daerah itu tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Bandung, Yogyakarta, Semarang, Pekanbaru, Medan, Palangka Raya, Balikpapan, Makassar, Manado, Ambon, Jayapura, Mataram dan Denpasar.
Padahal, berbagai riset lembaga internasional menunjukkan bahwa polutan timbal (Pb) bukan hanya berdampak buruk pada kesehatan manusia saja, tapi juga dapat mempengaruhi kecerdasan anak-anak.
Peneliti Senior BATAN Muhayatun Susanto mengatakan, selama ini pemantauan kualitas udara biasanya dilakukan terhadap CO, SO2, Nox, O3 dan PM10 (partikulat yang berukuran kurang dari 10 mikrometer) sebagai dasar untuk menghitung Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
Padahal di udara juga terdapat partikulat yang berukuran kurang dari 2,5 mikrometer, yang dikenal dengan PM-2,5.
Polutan partikulat PM-2,5 dinilai lebih berbahaya karena ukurannya yang kecil sehingga mampu menembus bagian terdalam dari paru-paru.