News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU Cipta Kerja Janjikan Pesangon Korban PHK 32 Kali Gaji, KSPI Siapkan Mogok Nasional

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah melakukan demo di depan halaman Kantor Dewan Provinsi Jateng yang intinya 'Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja' yang justru isinya mendegradasi kesejahteraan buruh, Selasa (25/08/20). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah telah menyepakati klaster ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.

"Alhamdulilah sudah, tadi malam Panja sudah menyepakati secara aklamasi terhadap draf RUU-nya klaster ketenagakerjaan," kata Anggota Baleg DPR Firman Soebagyo saat dihubungi, Jakarta, Senin (28/9/2020).

Menurut Firman, semua fraksi di DPR melalui lobi-lobi yang sangat alot sudah secara
bulat menyepakati klaster ketenagakerjaan, dengan mempertimbangkan masukan dari
kalangan buruh.

"Awal masalah kan soal pesangon. Ini sudah disepakati oleh seluruh fraksi, pesangon kembali ke angka 32 kali gaji, dengan rincian 23 kali ditanggung perusahaan dan 9 kali beban pemerintah melalui BPJS," ujarnya.

Selain itu, persoalan upah minimum daerah per kabupaten atau kota juga
telah ditetapkan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi masing-masing daerah.

Baca: Pakar Hukum Tata Negara: Omnibus Law Cuma Buang-buang Waktu dan Biaya

"Awalnya hanya pertumbuhan ekonomi, sekarang dimasukan inflasi. Jadi tidak
memberatkan semua pihak," ucap politikus Golkar itu.

Setelah disepakati klaster ketenagakerjaan, Firman menyebut langkah selanjutnya
melakukan pleno di Baleg DPR melalui rapat kerja dengan pemerintah untuk di sahkan
di paripurna.

Baca: Baleg DPR Sebut Hak Pekerja dan Pengusaha Dapat Proporsi Baik di Omnibus Law

"Lamanya tergantung penjadwalan, kalau besok sudah selesai semua ya
diagendakan pada masa sidang terakhir. Insya Allah (8 Oktober 2020 disahkan),"
ujarnya.

Firman berkeyakinan, setelah RUU Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang, maka
akan ada kepastian hukum yang lebih jelas terhadap semua pihak dan dapat
mendongkrak perekonomian Indonesia di tengah pandemu Covid-19.

"Tujuannya kami supaya ekonomi bergerak dan tidak terjadi PHK besar-besaran," ucapnya.

Sebelumnya pada UU Nomor 13, diatur ketentuan pemberian pesangon 32 kali upah.
Pada subtansi RUU Cipta kerja terdapat dua hal penting.

Pertama, akan ada penyesuaian perhitungan besaran pesangon. Kedua, ada namanya tambahan program program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) bagi korban PHK.

Dalam dokumen rapat antara pemerintah dan DPR disebutkan perlindungan pekerja
yang kena PHK, dengan memanfaatkan JKP, antara lain cash benefit, vocational
training, job placement access.

Selain itu, pekerja yang mendapatkan JKP, tetap akan mendapatkan jaminan sosial lainnya yang berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian, dan jaminan kesehatan nasional.

Rencana ada JKP ini masih menuai perdebatan termasuk bagi buruh yang sejak awal
menolak RUU Cipta Kerja.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan sangat tidak mungkin dan tidak masuk akal bila JKP untuk karyawan kontrak dan outsourcing dibayar negara.

Ia bilang jumlah karyawan kontrak dan outsourcing itu 70% sampai 80% dari total jumlah buruh formal yangg bekerja sekitar 56 juta orang.

"Yang dimaksud, JKP ditanggung pemerintah, menurut kesepakatan panja, adalah JKP
9 bulan untuk pesangon karyawan tetap, bukan JKP untuk karyawan kontrak atau
outsourcing melalui agen."

"Apalagi kalau karyawan kontrak dan outsourcing dikontrak perusahan di bawah satu tahun, tidak jelas siapa dan berapa nilai JKP nya," kata Iqbal.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan serikat pekerja lainnya juga
berencana akan melakukan mogok nasional, jika DPR dan pemerintah tidak
mengakomodir kepentingan buruh dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.

Said Iqbal mengatakan, jika pembahasan RUU Cipta Kerja yang sudah membicarakan klaster
ketenagakerjaan, tidak mengakomodir kepentingan kaum buruh dan dilakukan sistem
kejar tayang agar disahkan pada 8 Oktober 2020, maka seluruh serikat pekerja
menggelar aksi besar-besaran secara nasional.

Menurutnya, dalam aksi tersebut sudah terkonfirmasi, berbagai elemen masyarakat
akan bergabung untuk mendesak menghentikan pembahasan klaster ketenagakerjaan,
jika tidak mengakomodir masukan buruh.

Di sisi lain, Said mengapresiasi sikap tujuh fraksi yang dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) untuk klaster ketenagakerjaan, menyatakan kembali kepada pasal-pasal di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Dengan kata lain, draft RUU Cipta kerja klaster ketenagakerjaan dikembalikan sesuai
Undang-Undang No 13 Tahun 2003.

“Bilamana komitmen ini dilanggar oleh DPR dan Panja Baleg RUU Cipta Kerja, maka bisa dipastikan perlawanan kaum buruh dan beberapa elemen masyarakat yang lain akan semakin massif,” paparnya.

Yang Ditolak Buruh

Yang ditolak buruh dari RUU Cipta Kerja antara lain hilangnya UMK dan UMSK,
adanya upah padat karya, kenaikan upah minimum hanya pertumbuhan ekonomi tanpa
menambah inflasi, PHK dipermudah.

Kemudian, hak upah atas cuti hilang, cuti haid hilang, karyawan kontrak seumur hidup, karyawan outsourcing seumur hidup, nilai pesangon dikurangi bahkan komponennya ada yang dihilangkan, jam kerja eksploitatif.

Selanjutnya, TKA buruh kasar mudah masuk ke Indonesia, jaminan kesehatan dan
pensiun hilang dengan berlakunya sistim kontrak dan outsourcing seumur hidup, dan
hilangnya sanksi pidana. (Tribun Network/sen/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini