Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Parulian Tumanggor menyampaikan penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) di Indonesia sejatinya sudah berjalan sejak tahun 2006.
Penggunaan biodiesel disebabkan Indonesia telah menjadi net importir minyak mentah, serta berlimpahnya produk kelapa sawit Indonesia.
“Kita diposisikan sebagai produsen CPO terbesar di dunia, karena tidak semua negara bisa menanam sawit. Sehingga cinta sawit itu perlu kita terapkan kemudian, cinta penggunaan bahan bakar nabati juga perlu digenjot,” ujar Tumanggor saat Webinar ‘Strategi dan Peluang Mengelola BBN Berbasis Biohidrokarbon Untuk Kemaslahatan Bangsa’, Kamis (15/10/2020).
Penggunaan biodiesel juga tidak lepas dari adanya tuntutan penurunan emisi gas rumah kaca sebagaimana disepakati dalam Protokol Kyoto.
Di lain pihak, produksi sawit di Indonesia juga merupakan potensi yang besar dalam mewujudkan ketahanan energi.
“Kita bisa menggunakan produk nabati kita menjadi energi nasional dan kita juga perlu menuntaskan kemiskinan melalui sawit ini. Inilah beragam alasan kuat mengapa biodiesel perlu diimplementasikan di Indonesia,” tutur Tum, sapaanya.
Tak ketinggalan, Tumanggor juga menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya atas peran Presiden Joko Widodo, serta seluruh jajarannya atas komitmennya dalam mencanangkan B30, B40, hingga B100.
Terkait kualitas biodiesel, Tumanggor mengatakan masyarakat atau pengguna tidak perlu khawatir.
"Kualitas B30 sudah teruji dengan cukup baik,” imbuhnya.
Pemerintah mendukung penuh pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN). Hal itu dikatakan oleh Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Edi Wibowo yang juga hadir sebagai keynote speaker.
"Sebagai bagian dari ekosistem sawit nasional, kami mendukung penuh upaya pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) cair berbahan dasar sawit karena manfaatnya sangat banyak bagi masyarakat Indonesia,” ujar Edi, dalam paparannya.