News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Obat Modern Asli Indonesia Kurang Menarik Jika Hanya Dipasarkan di Dalam Negeri

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah terus mendorong kemandirian dalam berbagai sektor, termasuk industri farmasi agar tidak ketergantungan terhadap impor.

Saat ini nyaris 95 persen bahan baku obat masih harus diimpor, sementara Indonesia memiliki keanekaragamn hayati (biodiversitas) yang melimpah.

Hal ini yang terus ditekankan pemerintah industri farmasi bisa memanfaatkan bahan baku herbal untuk dijadikan obat (fitofarmaka).

Namun pengembangan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) ini memang menghadapi banyak tantangan.

Permenkes 54 Tahun 2018 dinilai menjadi hambatan karena menyebabkan OMAI tidak bisa diusulkan masuk dalam Formularium Nasional.

Baca juga: Ironis! Biodiversivitas Indonesia Melimpah, Tapi 95 Persen Bahan Baku Obat Masih Impor

Menurut Undang-undanh (UU) Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, OMAI masuk dalam kategori obat tradisional karena terbuat dari bahan alam.

Baca juga: Bikin Sendiri Ramuan Obat Kuat Alami Menggunakan Kopi dan Telur, Dijamin Tahan Lama di Ranjang!

Sementara dalam Permenkes 54 Tahun 2018, obat tradisional dan suplemen kesehatan tidak bisa diusulkan masuk dalam Formularium Nasional.

Selain itu, bahan baku ini dianggap kurang menarik dan masih terasa asing digunakan oleh industri farmasi.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam mengatakan bahwa OMAI berupa fitofarmaka ini dianggap kurang menarik dari segi bisnis.

Pernyataan tersebut disampaikannya dalam diskusi nasional bertajuk 'Pengembangan OMAI untuk Kemandirian Obat Nasional' yang digelar secara virtual, Jumat (6/11/2020).

"Itu masalah perhitungan bisnis memang, jadi industri bahan baku ini kurang menarik di dalam negeri, nah itu karena kurang visible (baik itu) volumenya maupun juga kelayakan ekonominya," kata Khayam.

Menurutnya, fitofarmaka ada kemungkinan memiliki peminat jika dipasarkan hingga pasar Asia karena masyarakat Asia ini tentunya banyak pula yang menggunakan obat-obatan herbal untuk pengobatan mereka.

"Jadi memang kalau kita hanya pasar Indonesia saja, ini memang tidak menarik. Tapi kalau pasar kita Asia, sebenarnya cukup menarik ya," jelas Khayam.

Hal ini juga diakui pelaku industri farmasi tanah air, Dexa Medica. Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Raymond R Tjandrawinata mengatakan bahwa masih banyak fasilitas kesehatan yang belum menggunakan OMAI. 

"Tentunya yang kita tahu memang masih banyak sekali fasilitas kesehatan yang belim menggunakan OMAI-OMAI yang diajukan oleh perusahaan farmasi," jelas Raymond.

Meskipun pihaknya telah melakukan pencarian tanaman unggulan di tiap daerah dan menggunakan pharmacology molecular hingga menghasilkan fitofarmaka namun peminat OMAI inj masih minim.

"Contohnya salah satu yang saya punya, ini adalah obat untuk meredakan penyakit maag, ini berasal dari kayu manis yang berasal dari Gunung Kerinci. Semoga digunakan di semua klinik fasilitas kesehatan di Indonesia," pungkas Raymond.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini