Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Naiknya harga kedelai mendorong kelangkaan tempe dan tahu pada sejumlah pasar di kawasan Jabodetabek selama tiga hari ini.
Hal ini disebabkan mogoknya produsen dalam memproduksi produk olahan kedelai tersebut.
Ngatinah (43), penjual sayuran di Pasar Kencar, Kota Bambu Selatan, Jakarta Barat, mengaku sejak Jumat lalu dirinya tidak menjual tempe dan tahu.
"Di sini semua pedagang nggak ada yang jual (tempe dan tahu), kosong semua, karena yang bawa juga dari satu pabrik, nah pabriknya mogok," ujar Ngatinah, saat ditemui Tribunnews di pasar tersebut, Minggu (3/1/2021) pagi.
Baca juga: Harga Kedelai Naik, Produsen Tempe Mogok, Pedagang: Sejak Hari Jumat Tempe Kosong
Baca juga: Harga Kedelai Melambung, Pelaku Usaha Tempe di Ciputat Sepakat Naikkan Harga Jual Mulai Senin
Kendati demikian, ia mengaku akan kembali memperoleh pasokan tempe dan tahu mulai Senin besok.
"Besok udah ada lagi kayaknya tempenya, katanya mogoknya cuma sampai hari ini aja," jelas Ngatinah.
Ia menilai kemungkinan akan ada pengurangan ukuran tempe dari produsen, bukan kenaikan harga.
"Kalau harga naik kayaknya nggak ya, tapi mungkin ukurannya aja yang dikurangin," kata Ngatinah.
Biasanya, kata dia, harga tempe yang ia jual Rp 4.500, tentunya harga ini akan menyesuaikan ketetapan harga awal dari pabrik.
"Biasanya saya nggak ambil untung tinggi, sekitar Rp 500 sampai Rp 1.000. Jadi saya jualnya ya Rp 4.500," pungkas Ngatinah.
Harga Kedelai Naik, Produsen Tempe Mogok, Pedagang: Sejak Hari Jumat Tempe Kosong
Seorang pedagang tempe bernama Kastera (54) yang biasa berjualan di Pasar Budi Darma, Kota Bambu Utara, Jakarta Barat, mengaku saat ini pasokan tempe dan tahu cukup sulit, karena aksi mogok produksi yang dilakukan para produsen dua produk olahan kedelai tersebut.
Baca juga: Harga Kedelai Melambung, Pelaku Usaha Tempe di Ciputat Sepakat Naikkan Harga Jual Mulai Senin
Baca juga: Kampung Tempe Ciputat Kompak Mogok Produksi Tiga Hari Gara-gara Harga Kedelai Naik
"Susah sekarang, ini gara-gara kedelai naik, saya jadi susah dapat tempe dan tahu, ini adanya ya cuma oncom aja," ujar Kastera, kepada Tribunnews, Minggu (3/12/2020) pagi.
Ia mengaku tidak mendapatkan tempe dan tahu sejak Jumat lalu, padahal dua produk ini banyak diminati pembelinya.
"Ini udah 3 hari dari hari Jumat kosong, yang beli juga pada nanya tapi ya bagaimana, kosong di pabriknya," jelas Kastera.
Terkait harga, biasanya ia menjual tempe per papannya sebesar Rp 5.000, sedangkan dari produsen Rp 4.000.
Namun jika terdapat kenaikan harga, nantinya ia juga akan menyesuaikan harga tersebut.
"Ya saya jualnya Rp 5.000 sekarang, tapi kalau misalnya harga naik dari sananya (pabriknya), ya saya sesuaikan saja harganya," kata Kastera.
Kastera kemudian menyampaikan, dirinya telah memperoleh kabar dari pabrik yang biasa memasok tempe untuknya, bahwa para produsen itu akan mulai kembali beroperasi Senin besok.
"Tapi yang saya dengar itu besok (Senin) udah mulai produksi lagi pabriknya, jadi ya saya tunggu aja ini," pungkas Kastera.
Sebelumnya, harga kedelai naik dari Rp 7.200 per kg menjadi Rp 9.200 per kg dan memicu terjadinya mogok kerja produsen tempe.
Mogok Produksi, Perajin Tahu-Tempe Minta Hal ini ke Pemerintah
Pusat Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta memastikan para perajin tahu- tempe telah melakukan mogok produksi sejak malam tahun baru atau 1-3 Januari 2021.
Hal tersebut sebagai respons perajin terhadapnya melonjaknya harga kedelai sebagai bahan baku tempe-tahu, dari Rp 7.200 per kilogram menjadi Rp 9.200 per kilogram.
"Perajin tempe-tahu alhamdulillah kompak untuk kebersamaan dan waktu mogok kompak selama 3 hari," ujar Sekretaris Puskopti DKI Jakarta Handoko Mulyo kepada Kompas.com, Minggu (3/1/2021).
Baca juga: Kampung Tempe Ciputat Kompak Mogok Produksi Tiga Hari Gara-gara Harga Kedelai Naik
Baca juga: Harga Kedelai Melambung, Pelaku Usaha Tempe di Ciputat Sepakat Naikkan Harga Jual Mulai Senin
Menurutnya, Puskopti DKI Jakarta telah mengajukan tiga tuntutan para perajin tahu-tempe kepada pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pertama, meminta agar tata niaga kedelai di pegang pemerintah agar bisa menjaga stabilitas harga, sehingga memberikan kenyamanan bagi para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) tahu-tempe yang jumlahnya sangat besar.
Ini karena gejolak harga kedelai malah akan menyulitkan para produsen tahu-tempe, serta bisa membebani keuntungan pedagang.
Baca juga: Harga Kedelai Melonjak, SPTI Sebut Ada Potensi Kartel
Kedua, meminta pemerintah agar merealisasikan program swasembada kedelai yang sudah dicanangkan sejak 2006. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan industri tahu-tempe dalam negeri dari kedelai impor.
Hal tersebut bisa saja diatasi dengan produksi tahu menggunakan kedelai dalam negeri, dan produksi tempe menggunakan kedelai impor. Tentunya pengaturan penggunaan kedelai hanya bisa diatur pemerintah
"Swasembada kedelai bukan berarti kita anti-impor, tetapi untuk menyeimbangkan," kata Handoko.
Ketiga, meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi hasil produksi kedelai lokal, yang selama ini data statistik menunjukkan produksi kedelai lokal rata-rata mencapai 800.000-900.000 ton. Angka produksi itu disebut sangat jauh dari kebutuhan kedelai dalam negeri.
"Analisa kami, jumlah produksi kedelai lokal jauh api dari panggang," ujarnya.
Berdasarkan data Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) diperkirakan kebutuhan kedelai untuk produksi para anggotanya sekitar 150.000-160.000 per bulan. Artinya, tiap tahunnya kebutuhan kedelai berkisar 1,8 juta-1,92 juta ton.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mogok Produksi, Perajin Tahu-Tempe Tuntut Ini ke Pemerintah"