Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan positif di 2021.
Sejumlah indikator menunjukan adanya perbaikan perekonomian nasional.
Misalnya purchasing managers' index (PMI) manufaktur (PMI) Indonesia sudah mencapai level 51,3. Selain itu nilai tukar rupiah meningkat ke Rp 13.899.
"Ini lebih tinggi, lebih baik daripada precovid di bulan Januari (2020) lalu," kata Airlangga, Kamis (7/1/2021).
Baca juga: IHSG terkoreksi pada awal perdagangan Jumat (18/12), asing catat net sell
Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS 7 Januari 2021 Melemah ke Rp 13.938, Ini Kurs di 5 Bank
Tidak hanya itu Airlangga mengatakan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menembus angka 6.105.
Oleh karena itu, ia yakin bahwa pertumbuhan ekonomi akan tumbuh pada kisaran 5 persen.
"Kami cukup optimis dan proyeksi sampai akhir tahun itu di kisaran 5 persen," pungkasnya.
Airlangga berharap vaksin Covid-19 dapat menjadi salah satu game changer atau membawa perubahan positif yang akan mewujudkan target perekonomian Indonesia mencapai 4,5 hingga 5 persen pada tahun 2021.
Kondisi ekonomi Indonesia menurutnya sudah mampu melewati rock bottom pada kuartal kedua tahun 2020, yakni minus 5,32 persen.
Sementara pada kuartal III sudah menunjukkan tren positif, yaitu minus 3,49 persen.
Diperkirakan sampai akhir tahun pertumbuhan ekonomi minus 2,2 persen hingga minus 0,9 persen.
"Namun kita melihat bahwa di Januari ini atau sepanjang tahun 2021 ini APBN kita didesain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen,” kata Airlangga 5 Januari lalu.
Menkeu Sri Mulyani Ungkap Proyeksi Terbaru Pertumbuhan Ekonomi RI, Minus Sepanjang 2020
Kementerian Keuangan memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami revisi yakni jadi minus sepanjang 2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2020 berkisar minus 1,7 persen hingga minus 2,2 persen
"Kementerian Keuangan mengeluarkan prediksi untuk 2020 yang terakhir adalah antara minus 2,2 persen hingga minus 1,7 persen," ujarnya saat konferensi pers "Realisasi APBN TA 2020" secara virtual, Rabu (6/1/2021).
Baca juga: Rizal Ramli Sebut Kebijakan Fiskal Menkeu Sri Mulyani Amburadul, Ini Sebabnya
Sementara, kata Sri Mulyani, institusi-institusi lain memberikan estimasi serupa yakni antara negatif 1,5 persen dari International Monetary Fund (IMF) dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksi ekonomi Indonesia sepanjang 2020 negatif 2,4 persen.
Sementara itu, dia menilai yang perlu untuk dilihat lebih dekat adalah fenomena inflasi Indonesia, karena sedang mengalami penurunan yakni 1,68 persen di akhir 2020.
Baca juga: Kemenkeu Berharap Aparat Pengawasan Internal Tidak Hanya Cari Kesalahan
Sri Mulyani menjelaskan, satu di antara penyebab rendahnya inflasi adalah karena permintaan yang mengalami penurunan akibat masyarakat yang harus mengalami pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Juga karena ada guncangan Covid-19 yang mempengaruhi sisi permintaan. Namun, kita lihat semenjak bulan September, volatile food sudah mulai menunjukkan kenaikan dan ini juga kita lihat pada indeks dari makanan dan minuman yang mengalami kenaikan, terutama pada kuartal III dan IV, ini perlu kita waspadai dari sisi inflasi," pungkasnya.
Vaksin Covid-19 Pendorong Target Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen Tahun Ini
Sebelumnya, vaksin Covid-19 diharapkan menjadi salah satu pembawa perubahan positif yang akan mewujudkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,5 hingga 5 persen di tahun 2021.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, perekonomian Indonesia sudah mampu melewati rock bottom pada kuartal kedua tahun 2020, yakni minus 5,32 persen.
Sementara pada kuartal ketiga (Q3) sudah menunjukkan tren positif, yaitu minus 3,49 persen. Diperkirakan sampai akhir tahun pertumbuhan ekonomi minus 2,2 hingga minus 0,9.
"Namun kita melihat bahwa di Januari ini atau sepanjang tahun 2021 ini APBN kita didesain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen,” ujar Airlangga melalui keterangan tertulis, Selasa (5/1/2021).
Airlangga menyatakan, sejumlah lembaga ekonomi internasional seperti World Bank memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 4,4 persen.
Sedangkan IMF memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,1 persen, dan ADB 5,3 persen.
Saat ini dinamika pandemi Covid di berbagai negara, seperti di Inggris, telah muncul strain baru.
Sejumlah negara ASEAN, seperti Thailand khususnya Kota Bangkok, kembali mengambil langkah pengetatan. Begitu pula di Tokyo, Jepang.
Baca juga: Jokowi Gratiskan Vaksin Covid-19, Berapa Anggaran yang Disiapkan Menkeu Sri Mulyani?
Menurut Airlangga, optimisme pemerintah itu harus didorong dengan penanganan pandemi Covid-19. Saat ini, tiga juta vaksin sudah dikirimkan ke berbagai daerah. Diharapkan pertengahan Januari 2021 vaksinasi sudah bisa dilakukan secara bertahap.
Iklim investasi di Indonesia pada tahun 2021 juga diharapkan semakin baik. Airlangga menyatakan, salah satu instrumen pertumbuhan itu, pertama, dari APBN yang memberi stimulus untuk mendongkrak daya beli masyarakat.
Kedua, masyarakat cukup percaya diri untuk melakukan konsumsi. Saat ini confident level itu sudah meningkat, konsumsi masyarakat sudah bergerak.
Ketiga, pada awal Januari indeks saham gabungan (IHSG) sudah kembali ke level 6100-an sehingga timbul optimisme positif. Keempat, Rupiah menguat ke level 13.890 per dolar AS pada 4 Januari 2021.
Airlangga juga menyatakan, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur sudah 51,3, dan ini terus konsisten. Masih ada indikator lain, tambah Airlangga, yakni kontainer mulai sulit didapat yang menandakan ekspor Indonesia terus mengalami pelonjakan.
“Dasar-dasar ini cukup kuat untuk (secara) fundamental, mengatakan bahwa ekonomi kita pada tahun 2021, dengan berbagai asumsi tersebut, akan lebih baik dibandingkan tahun lalu," katanya.
Vaksinasi terhadap 182 juta penduduk Indonesia juga diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat. Vaksinasi akan dilaksanakan pada pertengahan Januari 2021 sampai kuartal pertama tahun 2022 atau 15 bulan.
Saat ini terdapat pula kenaikan harga-harga komoditas yang menjadi andalan Indonesia seperti kelapa sawit, nikel, tembaga dan emas juga relatif tinggi.
“Demikian pula harga batubara,” ungkap Airlangga. Komoditas ini jika didorong dengan hilirisasi yang baik maka bisa menjadi pengungkit perekonomian.
Kembali ke soal meningkatnya konsumsi masyarakat karena dorongan pelbagai stimulus, Airlangga mengingatkan, Indonesia masih memiliki pendorong lain pertumbuhan ekonomi, yakni Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari UU Cipta Kerja.
Kedua peraturan yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo itu menyangkut masalah lembaga pengelola investasi. Sesuatu yang akan menjadi game changer Indonesia.
Resesi
Pandemi virus corona (Covid-19) telah memberikan tekanan terhadap kondisi perekonomian global.
Bahkan pada tahun ini banyak Lembaga dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global bakal mencatatkan sejarah kontraksi terdalam sejak Depresi Besar atau masa Perang Dunia II.
Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) memperkirakan ekonomi global bakal terkontraksi hingga 4,2 persen pada tahun 2020.
Sementara Bank Dunia memperkirakan perekonomian global bakal mengalami kontraksi hingga 5,2 persen pada tahun 2020 ini.
Indonesia sendiri tidak terlepas dari dampak pandemi. Akibat pandemi, untuk pertama kalinya sejak krisis moneter 1998, ekonomi Indonesia mengalami resesi. Pertumbuhan ekonomi tercatat negatif dalam dua kuartal berturut-turut.
Lebih Buruk dari Proyeksi Pemerintah
Kinerja perekonomian sepanjang tahun ini pun lebih buruk dari yang diproyeksi oleh pemerintah.
Ketika pada kuartal I lalu ekonomi masih bisa tumbuh 2,97 persen, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan kuartal II laju kinerja perekonomian langsung terjun bebas ke level minus 5,32 persen.
Kontraksi tersebut lebih dalam dibandingkan dengan proyeksi pemerintah yang memperkirakan kinerja perekonomian bakal di kisaran minus 4,3 persen hingga minus 4,8 persen.
Hal yang sama juga terjadi pada kuartal III. Pasalnya, pada kuartal III produk domestik bruto (PDB) Indonesia minus 3,49 persen. Meski membaik dibanding kuartal sebelumnya, realisasi tersebut juga lebih buruk dibanding proyeksi pemerintah yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan terkontraksi 2,9 persen.
Namun demikian, secara kuartalan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III sudah tumbuh 5,05 persen.