Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi Faisal Basri menyoroti praktik penambangan dan ekspor timah ilegal yang terjadi di Indonesia.
Menurut dia, iklim pertimahan Indonesia, membuat pelaku tambang legal kalah saing dari petambang ilegal.
"Sudah jelas, banyak pemegang IUP (izin usaha pertambangan) tidak memenuhi syarat. Karena tujuannya bukan itu. Mereka hanya mau jadi penadah hasil tambang ilegal. Harganya lebih murah dibandingkan tambang legal," kata dia, dalam sesi diskusi webinar "Tata Niaga Timah Indonesia" yang diselenggarakan Forum Diskusi Ekonomi dan Politik (FDEP), Senin (11/1/2021).
Baca juga: Sinergi Bea Cukai dan Polis Diraja Malaysia Gagalkan Upaya Penyelundupan Ekspor Pasir Timah Ilegal
Mengacu pada data, kata dia, sejumlah negara tetangga Indonesia masih mengimpor pasir timah dari Indonesia.
Padahal, ekspor pasir timah sudah dilarang. Bahkan, Singapura yang tidak punya tambang timah sama sekali bisa mengekspor balok timah.
"Banyak sekali penangkapan penyelundupan oleh Bea dan Cukai, jarang oleh polisi," kata Faisal
Dia menilai, kondisi itu terjadi karena aturan tidak ditegakkan.
Padahal, aturan soal tata niaga timah Indonesia sudah lengkap. Selain itu, timah tidak diperhatikan secara serius oleh pemerintah.
Baca juga: Kandasnya Indonesia Menjadi Acuan Harga Timah Dunia
"Saya hampir tidak pernah melihat Menteri, Pak Luhut (Menteri Koordinasi Kemaritiman dan Investasi) membahas timah. Kalau nikel, bauksit, sering," kata dia.
Faisal mengatakan, membutuhkan dukungan pemerintah pusat untuk membenahi tata niaga timah Indonesia.
Sebab, menurut dia, banyak oknum yang terlibat.
"Ini (keterlibatan para oknum pejabat dan aparat) bukan mungkin lagi. Keterlibatannya sangat jelas," kata dia.
Karena aturan sudah lengkap, pembenahan tata niaga dan tata kelola pertimahan Indonesia tidak akan butuh waktu panjang.
Baca juga: Pengamat Sebut Timah Butuh Benchmark dengan Single Market