Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkapkan, beda istilah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dari pemerintah pusat dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta tidak perlu.
Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengatakan, dua istilah yang intinya sama tersebut membingungkan publik.
"Itu dia guyonan di kita, sebenarnya tidak perlu, jadi membingungkan," ujarnya saat dihubungi Tribunnews, Senin (18/1/2021).
Menurut Maulana, apapun istilah pembatasan itu membuat orang tidak boleh gerak dengan leluasa, sehingga bisnis perhotelan menjadi lesu.
Baca juga: PHRI: Okupansi Hotel Kini Cuma 22 Persen, Pegawai Tersisa 30 Persen
Dia juga menilai kebijakan pemerintah seringkali berubah di tengah pandemi Covid-19 saat ini, contohnya adalah jadwal hari libur nasional.
Baca juga: Sekjen PHRI: Kalau Mau Jual Hotel, Pengusaha Nggak Ada Kepentingan untuk Lapor
"Kebijakan pemerintah berubah-ubah, libur Lebaran diganti akhir tahun. Namun, pas di Desember diubah lagi," katanya.
Maulana menambahkan, pihaknya sebagai pengusaha di sektor pariwisata tersebut bisnisnya tergantung dari pergerakan orang.
"Lalu, pergerakan ini tidak bisa diprediksi dengan adanya PPKM dan PSBB. Pembatasan ini secara domestik dan kalau DKI yang ditahan maka otomatis ke daerah mengalami penurunan cukup drastis karena pergerakan orang didominasi pesawat terbang," kata dia.