News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penanganan Covid

1.600 Restoran di DKI Jakarta Terancam Tutup Permanen Jika PPKM Dilanjutkan

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi suasana di restoran

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah mulai 11 Januari hingga 25 Januari 2021 membuat bisnis pengusaha restoran terancam.

Jika kebijakan PPKM ini berlanjut dapat membuat 1.600 restoran di DKI Jakarta tutup secara permanen akibat pendapatan anjlok karena pembatasan operasional.

"Dari Oktober 2020, survei di kami menyebutkan 1.030 restoran berpotensi tutup permanen, 400-an tutup sementara. Namun, kalau PPKM diperpanjang, yang tutup permanen bisa 1.600 restoran di DKI Jakarta," ujar Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran Emil Arifin saat konferensi pers, Senin (18/1/2021).

Emil menjelaskan, beberapa pengusaha yang telanjur menutup sementara bisnis restorannya masih punya harapan buka lagi jika ada tambahan modal.

"Mereka bisa buka kalau ada tambahan modal kerja dari perbankan, investor atau jual rumah kali. Kalau tidak, mereka tutup permanen dari yang tutup sementara sekira 400-an restoran," katanya.

Sisi lain, dia menambahkan, sebenarnya peluang dari bisnis restoran di Indonesia baik sekali, tapi kebijakan pembatasan kegiatan menciptakan ketidakpastian yang pengusaha tidak menyukainya.

"Peluang dari restoran ini baik sekali, kemarin baru ada buka lisensi restoran lisensi dari Amerika, tapi beratnya adalah ketidakpastian. Faktor ketidakpastian penting karena setiap pengusaha di dunia kalau tidak pasti jadi susah," ujar Emil.

Tidak hanya restoran, bisnis hotel setali tiga uang.

Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengatakan, rata-rata okupansi hotel secara tahunan (year on year/yoy) minus 22 persen di 2020 dibanding tahun 2019.

"Year on year tutup di 2020 itu okupansi hotel minus 22 persen dibanding 2019. Jadi, cukup rendah minus 22 persen," ujarnya.

Baca juga: Evaluasi PPKM Sepekan di DKI, Terjadi 514 Pelanggaran dengan Denda Administrasi Rp 2.150.000

Maulana menjelaskan, jalannya bisnis hotel tahun lalu yang tidak baik dengan okupansi rendah ini memaksa pengusaha melakukan banyak efisiensi.

"Utamanya mereka lakukan efisiensi yang butuh ke overhead-nya cukup tinggi yakni tenaga kerja dan beban listrik.

Di sisi lain, mereka lakukan berbagai strategi untuk menarik permintaan, tapi upaya itu maksimalnya hanya sampai 35 persen okupansi dan itu variatif, tidak di tiap daerah," katanya.

Dengan anjloknya okupansi, dia menambahkan, mau tidak mau pengusaha juga mengurangi jumlah pegawai hingga tersisa 30 persen saja.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini