Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan kebijakan larangan ekspor bijih nikel menguntungkan China.
Menurutnya, melihat dari perspektif politik anti-dumping bahwa terlihat kebijakan ini mendukung industrialisasi China.
"Kita bisa lihat saat ini Indonesia diadukan oleh Uni Eropa ke WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) gara-gara larangan ekspor nikel. Itu luar biasa menariknya."
"Kita bisa lihat siapa yang diuntungkan dari larangan ekspor nikel, 99 persen China," ucap Faisal dalam agenda bedah buku Ekonomi Politik Pijakan Teoritis dan Kajian Empiris, Senin (18/1/2021).
Baca juga: Indonesia Digugat Uni Eropa terkait Nikel di WTO, Ini Respons Mendag Lutfi
Faisal menerangkan bahwa kerugian negara karena larangan ekspor nikel ini tidak bisa dilihat hanya dari perspektif ekonomi semata.
Baca juga: Hilirisasi Nikel Dinilai jadi Peluang Bagus untuk Percepat Kendaraan Listrik Berbasis Baterai
"Ini nggak muncul pemberitaan-pemberitaan Indonesia dirugikan. Nah, ekonomi politik bisa menghitung karena ekonomi politik menggunakan instrumen ekonomi, alat analisisekonomi, perangkat ekonomi seperti diingatkan penulis buku ini," tukas dia.
Faisal menekankan, kerugian negara atas ekspor nikel sebenarnya sudah disampaikan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan telah dipresentasikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya bicara tentang ini tidak takut ditangkap. Kita bisa hitung secara jelas, China untung berapa, Indonesia rugi berapa. Tolong ini kerugian negara ratusan triliun gitu," pungkasnya.
Menko Maritim dan Investasi Luhut B. Pandjaitan menengarai terkait pandangan larangan ekspor bijih nikel yang mulai berlaku 1 Januari 2021 untuk kepentingan pihak atau negara tertentu.
Luhut menegaskan kebijakan ini berlaku untuk ekspor ke semua negara.
“Tidak tepat jika dikatakan kebijakan tersebut akan menguntungkan China. Justru China akan rugi jika tidak bisa lagi mengimpor bijih nikel dari Indonesia, karena China pada tahun 2025, telah menargetkan 35 persen kendaraan mereka sudah beralih ke mobil listrik.," kata dia.
"Inilah yang mendorong beberapa perusahaan mereka untuk mengikuti kebijakan pemerintah dengan membuat smelter di Indonesia,” tegas Menko Luhut dalam keterangan resminya.
Indonesia saat ini sedang memulai pengembangan industri kendaraan bermotor listrik, hilirisasi nikel dapat menjadi langkah awal bagi Indonesia untuk menjadi pemain berkelas dunia.
“Dengan membangun smelter di dalam negeri, saya yakin Indonesia bisa jadi pemain kelas dunia karena ikut berperan dalam menentukan harga dunia,” katanya.
Menurutnya yang terjadi selama justru Cina yang diuntungkan dengan kebijakan Indonesia mengekspor bahan mentah.
“Dengan mengekspor bahan mentah, Cina malah diuntungkan dengan harga beli yang murah."
"Sekarang kita atur agar indonesia punya smelter sendiri, agar negara ini juga mendapat nilai tambah dari Sumber Daya Alam kita sendiri. Agar Indonesia juga bisa menentukan harga nikel dunia. Kok malah dibilang menguntungkan China?"
"Saya minta semua ini dilihat secara jernih, melihat masalah ini secara menyeluruh tidak sepotong-sepotong,” jelasnya.