Kesungguhan dalam melaksanakan kebijakan otonomi khusus, yang sebenarnya sudah sangat detil, kata Bambang yang terlibat dalam penyusunan kajian pemekaran Provinsi Papua Tengah itu, dalam kajian media terkait pemekaran, sikap pro dan kontra sangat jelas terasa.
Data yang disusunnya menyebut, 26 persen masyarakat Papua mengatakan pemekaran akan mempercepat pembangunan dan bisa mengejar ketertinggalan.
Sekitar 14 persen percaya pemekaran memperpendek jarak birokrasi dan memperbaiki pelayanan publik.
"Kemudian 12 persen menilai ini akan meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat, dan sisanya merasa yakin terkait pemerataan pembangunan dan peluang menjadi pemimpin daerah lebih besar," beber dia.
Namun, kata dia, ada pula sikap kontra pemekaran, di mana 19 persen masyarakat percaya langkah ini lebih menyandang kepentingan politik dan hanya memenuhi nafsu perebutan jabatan sejumlah elit politik.
Bahkan, kata dia, pemekaran juga dianggap tidak seusai adat dan budaya, mengancam Orang Papua Asli (OAP), dan meminggirkan orang Papua.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR ) John Wempi Wetipo meniai pemekaran di Papua bisa berdampak baik ke depannya.
Namun, bila tanpa kontrol hal ini juga bisa menjadi masalah.
"Karena itu, saya berharap apapun pemekaran yang dilaksanakan, paling tidak ada payung yang besar untuk mengawal semua proses pembangunan yang terjadi di Papua," ujar John.
Payung besar yang dimaksud, kata dia, adalah perlunya pemerintah pusat membentuk badan otoritas untuk mengkoordinir semua kebijakan yang diterapkan di Papua, termasuk terkait pemekaran.
Laporan Reporter Kontan, Yudho Winarto
Artikel ini tayang di Kontan dengan judul Pemekaran Papua harus dilakukan hati-hati dan perlu kajian mendalam