Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa menyebut energi fosil di dalam negeri secara bertahap harus dikurangi untuk menekan emisi gas rumah kaca.
"Sebanyak 70 persen dari emisi gas rumah kaca dihasilkan atau disebabkan pembakaran bahan bakar fosil, baik itu untuk pembangkit listrik, proses industri, transportasi dan lain sebagianya," ujar Fabby dalam webinar Kompas bertema Siapkah Indonesia Tanpa Energi Fosil, Selasa (2/3/2021).
Fabby menjelaskan, seluruh negara pada saat ini dihadapkan dengan kondisi krisis iklim, padahal di dalam Perjanjian Paris atau Paris Agreement telah disepakati temperatur global dibatasi di bawah 2 derajat celcius.
"Kalau kita ingin membatasi temperatur di bawah 2 derajat, maka dua per tiga dari bahan bakar fosil atau sumber daya energi fosil yang kita punya tidak bisa dibakar atau dipakai," ucapnya.
Baca juga: Implementasi Co-firing, Tiga BUMN Kerjasama Penyediaan Biomassa untuk PLTU Batubara
Ia menyebut, langkah mengurangi dan akhirnya tanpa energi fosil, merupakan sebuah keharusan semua negara kalau ingin menyelamatkan bumi dan masa depan generasi penerus.
Baca juga: Limbah PPKM Skala Mikro yang Tidak Ditangani Baik Jadi Sumber Infeksi Hingga Pencemaran Lingkungan
"International Energy Agency (IEA) mengeluarkan sebuah laporan, untuk mencapai nol emisi pada 2050, maka seluruh PLTU tidak boleh lagi beroperasi pada 2030," tuturnya.
"Kita punya waktu yang sangat pendek untuk lakukan transformasi. Transisi ini memerlukan persiapan," sambung Fabby.