Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku usaha rokok elektrik menyatakan tidak keberatan jika regulator menerbitkan aturan baru untuk melindungi konsumen terkait dengan pengawasan dalam peredaran rokok elektrik yang disusun dalam peraturan perundang undangan.
Melalui payung hukum yang jelas diharapkan dapatmeluruskan kesalahpahaman tentang rokol elektrik atau vape sekaligus membantu perokok memahami alternatif yang tersedia.
“Relx sangat mendukung semua rencana Pemerintah untuk mengatur rokok elektrik, regulasi ini harus didasarkan pada temuan ilmiah internasional tentang produk yang sudah beredar,” ujar Yudhistira Eka Saputra, General Manager Relx International Indonesia dalam keterangannya, Selasa (9/3/2021).
Menurut Yudhistira, regulasi ini diharapkan mampu melindungi konsumen dari produk vape berkualitas rendah dan produk yang belum teruji keamanannya.
“Selain melindungi konsumen, regulasi ini akan mendorong para pelaku industri untuk menghasilkan produk terbaik dan mengedepankan kualitas serta keamanan,” imbuh Yudhistira.
Baca juga: Sebanyak 46.490 Mililiter Liquid Vape Ilegal Dimusnahkan di Bekasi
Pihaknya berkomitmen terhadap kualitas produk yang dipasarkan. Selain itu, hal tersebut untuk mengedukasi konsumen sangat dijunjung tinggi oleh perusahaan.
Baca juga: Gelar Operasi Gabungan, Bea Cukai Maluku Sasar Peredaran Cairan Vape
“Produk Relx menggabungkan teknologi-teknologi inovatif yang tidak hanya sesuai, tetapi juga dapat melampaui standar internasional seperti standar AFNOR XP D90-300-3 Prancis, yang telah diakui secara global,” ujarnya.
Pihaknya berharap bisa terlibat dalam penyusunan aturan itu. Yudhistira berharap pemerintah bisa melibatkan pelaku industri dalam proses konsultasi perumusan peraturan.
Keterlibatan para pelaku industri diharapkan dapat membantu Pemerintah memahami produk dan juga memastikan bahwa regulasi yang akan dikeluarkan efektif dan seksama.
“Relx siap terlibat dalam pembuatan regulasi ini. Kami berharap pemerintah tidak hanya mengatur cukai tapi juga kualitas, keamanan, serta akses produk. Idealnya semua aspek harus diatur,” imbuhnya.
Dalam sebuah studi Public Health England, terdapat kesalahpahaman tentang rokok elektrik yang telah mencegah orang beralih ke produk yang tidak terlalu berbahaya.
Pemerintah diminta menggalakkan kesadaran tentang tingkat bahaya rokok elektrik yang lebih sedikit dibandingkan dengan rokok tradisional. Sehingga perokok dewasa atau aktif dapat membuat keputusan yang tepat tentang pilihan mereka untuk beralih ke rokok elektrik.
Laporan Public Health England juga menemukan bahwa rokok elektrik atau vape merupakan alat yang paling populer untuk berhenti merokok.
Hasil studi ini menyatakan 27,2 persen masyarakat menggunakan produk vape dalam upaya mereka untuk berhenti merokok.
Sementara 15,5 persen masyarakat lainnya menggunakan Terapi Penggantian Nikotin (NRT) seperti gums and patches (mengunyah permen/tembakau). Hanya 2,7 persen dari perokok mencari resep untuk NRT tersebut.
Mengacu pada penelitian yang dilakukan terbukti jika keefektifan rokok elektrik sebagai alat pengganti rokok, yang hasilnya terbukti sangat menjanjikan.
Penggunaan rokok elektrik di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Namun, regulasi yang mengatur produk ini masih sebatas peraturan cukai yang diatur dalam PMK 156/2018 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Pelaksana Tugas Direktur Hutan Industri dan Hasil Perkebunan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo mengaku hanya mengatur pajak vape dan rokok elektrik.
“Ya, yang telah diatur adalah pajak melalui PMK,” ujar Edy Sutopo beberapa waktu lalu.
Kemenperin tengah menyiapkan aturan standar (SNI) yang rencananya rampung pada tahun ini. “Lainnya terkait aspek kesehatan, cukai, periklanan, dan lain-lain, kewenangannya ada pada kementerian lainnya,” ujarnya.