News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat Paparkan Penyebab Rumah DP 0 Rupiah Kurang Laku

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rusunami Klapa Village

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik dan Tata Kota, Trubus Rahardiansyah meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengembalikan tujuan program DP 0 rupiah ke awal.

Program rumah tanpa DP tersebut ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan batas maksimal gaji Rp 4 juta atau Rp 7 juta.

Baca juga: Awal Pekan, Rupiah Dibuka Melemah ke Rp 14.440 per Dolar AS, Berikut Kurs di 5 Bank

"Pemprov harus evaluasi ulang, harus dikembalikan ke awal, ke khitahnya, ke MBR, dibalikkan ke sana lagi," kata Trubus kepada Tribunnews.com, Senin, (22/3/2021).

Sehingga kata Trubus, program rumah DP 0 rupiah tidak karut marut seperti sekarang.

Baca juga: Gandeng Perbankan, 99 Group Pasarkan Properti Aset Bank

Menurutnya keputusan Pemprov DKI menaikan batas maksimal gaji bagi warga yang ingin membeli rumah DP 0 rupiah menjadi Rp 14 juta dari Rp 7 juta menambah kekacauan program tersebut.

Program rumah tidak lagi diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah tapi juga menengah.

"Jadinya program tersebut tidak sesuai dengan tujuan awal, untuk masyarakat berpenghasilan rendah," kata dia.

Trubus mengatakan program tersebut tampak cacat sejak awal, sehingga rumah yang dibangun Pemprov untuk memenuhi kebutuhan papan warga DKI tersebut kurang laku.

Pertama kata Trubus, Komunikasi dari Pemprov DKI terkait program rumah tersebut kurang masif.
Masyarakat tidak mengetahui jelas bagaimana cara agar mendapatkan program rumah tersebut.

"Seharusnya, komunikasi disampaikan kepada masyarakat warga terutama di lingkungan padat penduduk agar mereka tertarik untuk pindah," kata dia.

Selain itu kata Trubus, program rumah tersebut terlalu birokratis. Masyarakat yang ingin membeli terlalu dirumitkan dengan sejumlah persyaratan.

"Harusnya birokrasi lebih disederhanakan, yang penting ada kesanggupan, ada KTP ada KK (kartu keluarga) Jakarta , itu saja dasarnya, itu yang menjadi prioritas. Kalau KTP bukan Jakarta asal dia kerja di Jakarta juga diperbolehkan dengan surat keterangan dari perusahaan. Seperti itu lebih sederhana," kata dia.

Terkahir kata Trubus, program rumah tersebut tidak sesuai ekspektasi. Rumah hanya memiliki luas 24 meter yang bagi sebagian masyarakat dianggap terlalu kecil. Akibatnya rumah DP 0 persen yang telah dibangun menjadi kurang laku.

"Orang dengan penghasilan Rp 14 juta, pasti akan memilih apartemen atau perumahan lain, ketimbang Dp 0 rupiah. Jadi dengan menaikkan batas penghasilan bagi warga yang ingin membeli rumah, tidak tepat, tidak akan membuat program tersebut menjadi laku. pemprov harus evaluasi program ini," pungkasnya.

Untuk diketahui awalnya Pemprov DKI berencana membangun 232.214 unit rumah Dp 0 rupiah, yang 14.000 unit dikerjakan oleh BUMD dan 218.214 unit dikerjakan melalui mekanisme Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Hingga bulan ini, jumlah unit yang dibangun masih jauh dari target. Selain itu, program rumah tersebut sepi peminat. Misalnya di Pondok Kelapa, dari 872 unit yang terbangun yang laku hanya 599 unit. Di Cengkareng dari 64 unit yang laku hanya 44 unit.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini