Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasar asuransi syariah di Indonesia terbilang sangat besar dan belum sepenuhnya digarap oleh pelaku industri asuransi Tanah Air.
Ini lantaran Indonesia memiliki penduduk muslim terbesar di dunia mencapai 88 persen dari total populasi atau mencapai 203 juta orang.
Namun, angka literasi keuangan di Indonesia masih terbilang rendah. Di industri asuransi, baru mencapai 15,8 persen di 2016 lalu naik tipis menjadi 19,40 persen di 2019.
Baca juga: Kementan Berharap Asuransi Bergerak Cepat Bantu Petani Belu-NTT
Dengan demikian potensi pasar asuransi nasional khususnya asuransi syariah masih sangat besar.
Melihat peluang tersebut, PT Prudential Life Insurance (Prudential Indonesia) bersiap melakukan pemisahan usaha (spin off) di unit usaha syariah-nya menjadi entitas bisnis tersendiri.
Spin off ini diproyeksikan akan terealisir sebelum tahun 2024.
Baca juga: Solusi Asuransi Inovatif bagi Pemain Ekonomi Digital
Sharia Government Relations, and Community Investment Director Prudential Indonesia Nini Sumohandoyo di acara diskusi virtual dengan media baru-baru ini mengatakan, pihaknya sudah melakukan persiapan spin off UUS Prudential Syariah sejak dua tahun terakhir.
"Mudah-mudahan Prudential Indonesia bisa melakukan spin off lebih cepat dari yang ditargetkan pemerintah,” ujarnya.
Dia menjelaskan, persiapan spin off tersebut antara lain meliputi sumber daya manusia (SDM), teknologi dan administratif.
Persiapan spin off ini akan dikencangkan lagi pada tahun ini.
"OJK telah mengimbangi lembaga jasa keuangan termasuk Prudential agar berfokus pada saudara-saudara kita di UMKM, petani dan nelayan serta masyarakat di wilayah 3T (tertinggal, terluar dan terdepan). Juga ke perempuan dan ibu rumah tangga," ujar Nini.
Direktur Infrastruktur Ekosistem Ekonomi Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat menekankan agar spin off UUS di perusahaan asuaransi mengacu pada target yang sudah disusun regulator dan itu harus dilakukan saat perusahaan sudah benar-benar siap.
Dia minta agar spin off tidak hanya sebatas aksi korporasi tapi juga menunjukkan komitmen mengembangkan asuransi syariah.
Sutan menegaskan, pemerintah terus mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah untuk memperkuat ekonomi nasional.
Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah mencakup 4 sektor yakni pengembangan industri produk halal, pengembangan industri keuangan syariah, pengembangan sosial syariah, serta pengembangan dan perluasan kegiatan usaha syariah.
Sebagaimana diketahui, untuk mendorong pertumbuhan industri keuangan syariah di Indonesia, Pemerintah melaui UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, mewajiban industri asuransi melakukan spin off atas unit usaha syariahnya paling lambat pada 17 Oktober 2024.
Perusahaan asuransi sudah menyerahkan road map pemisahan UUS-nya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Oktober 2020.
Aturan turunan UU Nomor 40 Tahun 2014 ini dituangkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 67/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), sebanyak 71,4 persen asuransi akan melakukan spin off dan sisanya memilih untuk menutup unit syariahnya.
Head of Sharia Strategic Development Prudential Indonesia Bondan Margono mengatakan, bisnis asuransi syariah dan asuransi konvesional memiliki perbedaan mendasar.
Diantaranya pada aspek akad antara nasabah tertanggung dengan pihak perusahaan asuransi, peran perusahaan, pengawasan, serta pilihan investasinya.
Bisnis asuransi syariah mendasarkan diri pada prinsip berbagi risiko atau risk sharing. Pada asuransi syariah, instrumen investasi yang boleh diambil hanya yang benar-benar sesuai dengan prinsip syariah.
Hal demikian tidak berlaku pada bisnis asuransi konvensional.