Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Produsen sepatu merek Bata akhirnya dapat bernafas lega setelah Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap PT. Sepatu Bata, Tbk (BATA) dicabut, terhitung sejak tanggal 17 Mei 2021.
Sebagaimana diberitakan, terhitung sejak tanggal 1 April 2021 BATA dinyatakan berstatus PKPU atas permohonan mantan karyawan yang terkena PHK dengan total tagihan seluruhnya Rp.213.403.819,00 (dua ratus tiga belas juta empat ratus tiga ribu delapan ratus Sembilan belas Rupiah).
Sampai dengan batas akhir tagihan yang ditetapkan Hakim Pengawas, hanya terdaftar 6 (enam) kreditor dengan total tagihan sejumlah Rp 1.209.710.169,00 (satu milyar dua ratus sembilan juta tujuh ratus sepuluh ribu seratus enam puluh Sembilan).
Baca juga: Pengadilan Niaga Menolak Permohonan PKPU terhadap Satyagraha Dinamika Unggul
Status PKPU terhadap BATA ini berjalan mulus tanpa adanya penyampaian rencana perdamaian. Hal ini terjadi karena salah satu produsen sepatu tertua di Indonesia membayarkan lunas seluruh tagihan yang terdaftar.
Baca juga: Gugatan PKPU Anak Usaha Agung Podomoro Land di Medan Dihentikan
Dalam Rapat Kreditor tanggal 6 Mei 2021, Pengurus dan seluruh kreditor telah didengar keterangannya dan menyatakan menerima seluruh pembayaran yang dilakukan BATA.
Sekretaris Perusahaan Sepatu Bata Theodorus Warlando mengatakan, pihaknya telah memenuhi seluruh kewajibannya kepada setiap kreditur dengan cara membayar nominal yang telah disepakati.
Baca juga: Rugikan Nasabah, PKPU Kresna Life Dinilai Cacat Hukum
"Setelah Perseroan mempertimbangkan kesehatan finansialnya serta keberlanjutan bisnis para kreditor, dengan ini Perseroan telah memenuhi seluruh kewajibannya kepada setiap kreditur dengan cara membayar nominal yang telah disepakati sesuai dengan Pasal 245 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU),"ujarnya dalam siaran persnya yang dikutip Kompas.com, Jumat (21/5/2021).
Dia mengatakan, pencabutan status PKPU ini membuktikan bahwa Perseroan mempunyai kemampuan finansial yang cukup dalam menjalankan bisnisnya. "Hal ini juga sejalan dengan amanat Pasal 259 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU," katanya.
Ke depan, perseroan akan tetap menjalankan kegiatan usahanya seperti biasa dan berupaya untuk menjaga kinerja perusahaan semaksimal mungkin untuk mempertahankan kepercayaan publik terhadap Perseroan.
"Perseroan menghaturkan terima kasih kepada Hakim Pengawas dan tim Pengurus atas bantuannya dan juga tidak lupa Perseroan mengucapkan terima kasih kepada Wibhisana & Partner atas bantuan, petunjuk serta telah melindungi kepentingan Perseroan," ungkap dia.
Sementara itu, salah satu kuasa hukum BATA dari Kantor Hukum Wibhisana and Partners, Mohammad Rizki, menyampaikan bahwa BATA tidak mempunyai kendala keuangan sama sekali.
Justru dengan adanya penundaan pembayaran akan sangat merugikan para penyedia atau vendor, karyawan dan konsumen. Pembayaran lunas kepada seluruh kreditor menjadi alasan Majelis Hakim untuk mengabulkan permohonan BATA agar status PKPU terhadapnya dicabut.
“Oleh karena itu, seluruh tagihan terdaftar langsung dilunasi seketika pada tanggal 3 Mei 2021 sesuai dengan ketentuan Pasal 259 UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU,” ujarnya.
Rizki berharap agar kasus ini menjadi pelajaran baik bagi kreditor maupun debitor agar mengedepankan upaya penyelesaian di luar pengadilan untuk menghindari timbulnya cost over run pada perusahaan-perusahaan yang sehat.
Apalagi di masa pandemi ini dunia usaha memerlukan pengetatan cashflow dalam mempertahankan keberlangsungan usahanya.