Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) diminta segera mencari solusi mengatasi persoalan maskapai pelat merah, yang kini tertekan pandemi Covid-19.
"Intinya manajemen Garuda beserta pemerintah harus mampu membuat Garuda beraktivitas normal dan produktif kembali," kata Anggota Komisi V DPR Irwan saat dihubungi, Kamis (27/5/2021).
"Jangan sampai maskapai nasional kebanggaan rakyat Indonesia ini, tamat pada saat pemerintahan Jokowi yang selalu menyampaikan bahwa ekonomi tumbuh baik dan meroket," sambung Irwan.
Dikabarkan Kementerian BUMN telah menyusun empat opsi untuk mengatasi persoalan keuangan Garuda Indonesia, satu di antaranya melikuidasinya.
Menurut Irwan, opsi likuidasi tidak perlu dilakukan karena rekam jejak Garuda sebagai national flag carrier sebenarnya sangat baik, dari sisi keamanan dan keselamatan.
"Masa sebagai bangsa yang besar kita tidak memiliki maskapai nasional. Tentu ini ironi, dan memalukan bagi pemerintah sebagai pemegang saham jika Garuda dilikuidasi," tutur Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat itu.
Ia menyebut, salah satu permasalahan utama maskapai Garuda Indonesia karena pendapatan dari penumpang menurun drastis akibat pandemi Covid-19.
Padahal, kata Irwan, pendapatan penumpang berkontribusi lebih dari 80 persen dari total pendapatan Garuda Indonesia.
"Harusnya ini dapat diintervensi pemerintah dengan kebijakan optimalisasi frekuensi, dan kapasitas penerbangan domestik juga internasional," ucap Irwan yang juga Anggota Banggar DPR.
"Memberikan ruang pada Garuda untuk mengoptimalkan layanan kargo, dan juga sebagai angkutan khusus penanganan Covid-19. Itu kan bisa menambah penghasilan dan aktifitas perusahaan," tambahnya.
4 opsi
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sedang memikirkan kondisi maskapai pelat merah, Garuda Indonesia, yang saat ini dalam kondisi keuangan yang tak kunjung membaik.
Dalam informasi yang diperoleh, Menteri BUMN Erick Thohir memiliki sebanyak empat opsi demi menyehatkan kembali kondisi keuangan Garuda Indonesia.
Tercetusnya empat opsi ini merupakan hasil benchmarking dengan apa yang telah dilakukan pemerintah di negara lain, terhadap maskapai penerbangan nasionalnya.
Baca juga: Ini Strategi Bertahan Garuda Facility Maintenance Aero Asia (GMFI) Saat Terimbas Pandemi
Seperti diketahui, tak hanya Garuda Indonesia yang mengalami kondisi keuangan yang kurang sehat.
Namun, beberapa maskapai di negara-negara lain juga mengalami hal serupa.
Hal tersebut dikarenakan pandemi Covid-19 yang melanda dunia, dan berdampak pada pembatasan pergerakan/mobilitas masyarakat.
Baca juga: Lampau Utang Garuda, Utang PLN Kini Bengkak Jadi Rp 649,2 Triliun karena Penugasan Pemerintah
Imbasnya, hal tersebut membuat kegiatan operasional angkutan penerbangan penumpang menurun drastis. Dan tentunya membuat kondisi keuangan maskapai terdampak sangat signifikan.
"Berdasarkan hasil benchmarking dengan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah negara lain, terdapat 4 (empat) opsi yang dapat diambil Garuda saat ini," jelas dokumen Kementerian BUMN secara tertulis yang dikutip Tribunnews, Kamis (27/5/2021).
Untuk opsi yang pertama, Kementerian BUMN memastikan terus mendukung Garuda Indonesia. Dalam hal ini Pemerintah akan mendukung Garuda melalui pemberian pinjaman atau suntikan ekuitas.
Opsi kedua, menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi Garuda Indonesia.
Diterangkan dalam opsi kedua, menggunakan legal bankruptcy process untuk merestrukturisasi kewajiban. Misalnya, seperti utang, sewa, kontrak kerja.
Yang ketiga, merestrukturisasi Garuda Indonesia dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru.
"Garuda dibiarkan melakukan restrukturisasi. Di saat bersamaan mulai mendirikan maskapai penerbangan domestik baru yang akan mengambil alih sebagian besar rute domestik Garuda Indonesia, dan menjadi national carrier di pasar domestik," jelas keterangan tersebut.
Dan opsi terakhir adalah, Garuda dilikuidasi dan sektor swasta dibiarkan untuk mengisi kekosongan.
"Garuda dilikuidasi. Mendorong sektor swasta untuk meningkatkan layanan udara, misalnya, dengan pajak bandara/subsidi rute yang lebih rendah," ucap Kementerian BUMN seperti tertulis dalam dokumennya.
Pensiun Dini Karyawan Garuda Indonesia
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, beberapa waktu lalu dikabarkan menawarkan program pensiun dini kepada karyawannya.
Menanggapi hal tersebut Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyebutkan, penawaran program pensiun dini bagi karyawan ini masih dalam tahap awal. Program pensiun dipercepat ini ditawarkan secara sukarela terhadap karyawan yang telah memenuhi kriteria.
"Dalam menawarkan program ini, kami juga melakukan sortir terhadap karyawan yang memenuhi kriteria tersebut dan persyaratan keikutsertaan program," ucap Irfan dalam keterangannya, Jumat (21/5/2021).
Irfan mengatakan, penawaran program ini merupakan upaya dalam pemulihan kinerja usahha yang tengah dijalankan perusahaan. Hal ini tentunya untuk membuat perusahaan yang lebih sehat serta adaptif menjawab tantangan kinerja usaha di era normal baru.
Menurutnya, situasi pandemi yang masih terus berlangsung hingga saat ini mengharuskan Garuda Indonesia melakukan langkah penyesuaian aspek supply dan demand di tengah penurunan kinerja operasi karena trafik penerbangan yang menurun.
"Kebijakan ini menjadi penawaran terbaik yang dapat kami upayakan terhadap karyawan di tengah situasi pandemi saat ini, yang tentunya senantiasa mengedepankan kepentingan bersama seluruh pihak, dalam hal ini karyawan maupun Perusahaan," ucap Irfan.
Garuda Indonesia juga, lanjut Irfan, dalam menawarkan program ini tentunya memastikan bahwa seluruh hak pegawai akan dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku serta kebijakan perjanjian kerja yang disepakati antara karyawan dan Perusahaan.
"Melalui program pensiun yang dipercepat tersebut kami berupaya untuk memberikan kesempatan kepada karyawan yang ingin merencanakan masa pensiun sebaik mungkin, khususnya bagi mereka yang memiliki prioritas lain di luar pekerjaan, maupun peluang karir lainnya di luar perusahaan," kata Irfan.
Langkah berat ini, menurut Irfan, harus ditempuh perusahaan. Akan tetapi opsi ini harus ambil untuk bertahan di tengah ketidakpastian situasi pemulihan kinerja industri penerbangan yang belum menunjukan titik terangnya di masa pandemi Covid-19.
Kata Analis
PT Garuda Indonesia (GIAA) menjalankan dua langkah dalam menekan biaya operasionalnya untuk bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Dua langkah tersebut yakni menawarkan program pensiun dini dan akan memangkas operasional 50 persen pesawatnya.
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan, industri penerbangan menjadi sektor yang sangat terdampak dari pandemi Covid-19.
Baca juga: Utang Garuda Sentuh Rp 70 Triliun, Arus Kas Negatif
Sehingga, kata Alfred, langkah yang wajar jika manajemen Garuda menjalankan dua langkah tersebut untuk menurunkan beban operasionalnya.
"Tidak ada pilihan, karena ekuitas mereka sudah negatif. Mereka butuh cashflow dan pertahankan cashflow mereka kurangi cost," kata Alfred saat dihubungi, Senin (24/5/2021).
Baca juga: Bisnis Garuda Remuk Terimbas Larangan Mudik Lebaran, Hanya 30 Penerbangan Per Hari
Jika Garuda disuntik modal oleh pemerintah, kata Alfred, hal tersebut akan menjadi sia-sia karena kondisi bisnis penerbangan masih akan tertekan akibat pandemi.
"Jadi meski sudah berjalan sekarang tapi kan tidak dengan kapasitas 100 persen, itu saja bisa dikatakan minus. Sehebat apapun manajemen, kalau kondisi seperti ini cukup berat," paparnya.
"Tidak ada pilihan lain, selain tekan biaya operasional sembari menunggu bisnis penerbangan berjalan baik meski sekarang lambat," sambung Alfred.
Baca juga: Garuda Indonesia Terlilit Utang Rp70 Triliun, Begini Kondisinya
Sementara terkait kinerja saham GIAA sepekan ke depan, Afred menyebut level support akan berada di Rp 276 dan resistance Rp 300 per saham.
"Untuk besok kemungkinan masih ARB (auto reject bawah)," ucapnya.
Sebelumnya, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) bakal merestrukturisasi bisnis sepenuhnya. Salah satunya dengan rencana mengurangi jumlah operasi pesawat yang dioperasikan sehingga dapat bertahan dari pandemi COVID-19.
Hal itu disampaikan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Irfan Setiaputra kepada staf dalam rapat internal.
"Kami harus melakukan restrukturisasi yang komprehensif menjadi satu. Kami memiliki 142 pesawat dan perhitungan awal kami tentang bagaimana kami melihat pemulihan ini telah berjalan, dan kami akan beroperasi dengan jumlah pesawat tidak lebih dari 70,"ujar Irvan saat rapat dengan staf pada 19 Mei 2021, berdasarkan rekaman yang didengar oleh Bloomberg, dilansir dari laman The Star, Senin (24/5/2021).
Pernyataan tersebut merujuk pada maskapai Garuda Indonesia, dan tidak termasuk Citilink. Garuda Indonesia sudah beroperasi dengan kapasitas berkurang hanya 41 pesawat. Irfan menuturkan, pihaknya belum dapat menerbangkan pesawat lainnya karena belum membayar kepada lessor selama berbulan-bulan.
Selain itu, Irfan juga mengatakan, Garuda Indonesia memiliki utang sekitar Rp 70 triliun atau USD 4,9 miliar. Utang tersebut meningkat lebih dari Rp 1 triliun setiap bulan karena terus menunda pembayaran kepada pemasok.
Perusahaan memiliki arus kas negatif dan ekuitas minus Rp 41 triliun.Irfan pun enggan berkomentar saat dihubungi Bloomberg terkait hal tersebut.
Di sisi lain, Garuda Indonesia sedang dalam tahap awal untuk menawarkan program pensiun dini bagi karyawan sebagai bagian dari langkah pemangkasan biaya. Grup tersebut memiliki 15.368 karyawan dan operasikan 210 pesawat pada September 2020.
Dirut Garuda Buka-bukaan
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, langkah itu diambil agar maskapai nasional tersebut bisa bertahan di tengah krisis akibat pandemi Covid-19.
"Ini merupakan langkah berat yang harus ditempuh Perusahaan. Namun opsi ini harus kami ambil untuk bertahan ditengah ketidakpastian situasi pemulihan kinerja industri penerbangan yang belum menunjukan titik terangnya di masa pandemi Covid-19 ini," ujar Irfan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/5/2021) kemarin.
Mantan Direktur Utama PT INTI itu menjelaskan, saat ini Garuda Indonesia tengah berupaya melakukan pemulihan kinerja usaha di masa pandemi Covid-19. Hal ini dilakukan agar perusahaan lebih sehat, serta adaptif menjawab tantangan kinerja usaha di era kenormalan baru.
"Situasi pandemi yang masih terus berlangsung hingga saat ini, mengharuskan perusahaan melakukan langkah penyesuaian aspek supply & demand ditengah penurunan kinerja operasi imbas penurunan trafik penerbangan yang terjadi secara signifikan," kata dia.
Kendati begitu, Irfan memastikan program pensiun dini ini ditawarkan secara sukarela terhadap karyawan yang telah memenuhi kriteria.
Seluruh hak pegawai yang akan mengambil program tersebut akan dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, serta kebijakan perjanjian kerja yang disepakati antara karyawan dan perusahaan.
Selain itu, lanjut Irfan, pihaknya berupaya untuk memberikan kesempatan kepada karyawan yang ingin merencanakan masa pensiun sebaik mungkin, khususnya bagi mereka yang memiliki prioritas lain di luar pekerjaan, maupun peluang karir lainnya di luar perusahaan.
"Kebijakan ini menjadi penawaran terbaik yang dapat kami upayakan terhadap karyawan ditengah situasi pandemi saat ini, yang tentunya senantiasa mengedepankan kepentingan bersama seluruh pihak, dalam hal ini karyawan maupun perusahaan," ungkapnya.
Sementara itu, Serikat pekerja PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) menilai program pensiun dini yang ditawarkan pihak manajemen merupakan solusi di tengah tekanan kinerja keuangan perusahaan akibat pandemi Covid-19.
Sebab, telah disepakati pula untuk tak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak. Penawaran pensiun dini dikabarkan langsung oleh jajaran direksi perusahaan kepada karyawan melalui pertemuan virtual pada Rabu (19/5/2021).
Penawaran ini pun berlaku untuk semua karyawan Garuda Indonesia. Presiden Asosiasi Pilot Garuda Indonesia (APG) Muzaeni mengatakan, sebelum penawaran pensiun dini diberikan kepada karyawan, manajemen perusahaan telah lebih dulu duduk bersama dengan serikat pekerja untuk membicarakan kondisi terkini dan rencana restrukturisasi perusahaan.
"Sebelum penawaran ini memang ada pembicaraan-pembicaraan, karena keuangan perusahaan yang semakin turun drastis dan merugi, serta utang semakin banyak," ungkapnya kepada Kompas.com, Jumat (21/5/2021).
Menurut dia, pembicaraan kondisi perusahaan sebenarnya sudah berlangsung sejak 2020 ketika awal pandemi Covid-19 melanda. Keuangan perusahaan terus tergerus dan utang kian menumpuk.
Dalam pembicaraan dengan manajemen perusahaan kata Muzaeni, diketahui bahwa saat ini Garuda Indonesia memiliki utang mencapai Rp 70 triliun dari tahun sebelumnya yang hanya berkisar Rp 16 triliun-Rp 17 triliun.
Berbagai upaya pemasaran yang dilakukan perusahaan pelat merah itu untuk meningkatkan penumpang, ternyata belum membuahkan hasil. Sebab sebagai penyedia jasa penerbangan yang bergantung pada pergerakan orang, selama pandemi masih berlangsung akan terus terimbas.
"Jumlah penumpang hari ke hari semakin turun drastis, bahkan tak sampai 10 persen dari kapasitas pesawat," ujar dia.
Muzaeni menjelaskan, sebenarnya pergerakan penumpang sudah mulai membaik pada kisaran November-Desember 2020. Namun adanya kebijakan syarat penerbangan dengan hasil tes negatif Covid-19 pada akhir Desember tahun lalu, membuat jumlah penumpang turun drastis.
Ia bilang pada saat itu sekitar 16.000 penumpang melakukan pembatalan penerbangan, alhasil pendapatan Garuda Indonesia pun kembali turun. Kondisi penurunan penumpang ini terus berlanjut hingga Maret 2021.
Pada April 2021 pergerakan penumpang mulai kembali meningkat seiring berjalannya program vaksinasi oleh pemerintah. Selain itu, layanan tes Covid-19 sudah semakin banyak dan terjangkau, seperti adanya swab antigen ataupun GeNose C19.
"Harapan kita sangat baik waktu itu, tapi begitu 6-17 Mei 2021 ada larangan mudik, penerbangan kembali jadi sedikit sekali," ujar Muzaeni.
Meski memang penerbangan penumpang saat itu tetap dibuka, tapi sangat terbatas karena hanya digunakan oleh masyarakat untuk keperluan pekerjaan atau mendesak.
Pada masa larangan mudik, penerbangan Garuda Indonesia yang biasanya berkisar 120-150 penerbangan per hari menjadi rata-rata hanya sekitar 30 penerbangan per hari.
"Bahkan pada H-2 dan H+2 Lebaran, itu hanya ada sekitar 17 penerbangan per hari. Itu pun penumpangnya hanya setengah dari kapasitas 70 persen yang dipersyaratkan bagi penerbangan," jelasnya.
Oleh sebab itu kata Muzaeni, karyawan sangat memahami kondisi perusahaan yang berat akibat pandemi hingga akhirnya menawarkan program pensiun dini.
Menurutnya, nilai yang ditawarkan perusahaan juga sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang.
"Kami menolak sih enggak, setuju banget juga enggak, tapi kami menilai dan menimbang bahwasanya inilah solusi yang baik, karena ada aturannya dan sifatnya sukarela," ungkap dia.