TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, pihaknya terus melakukan pembenahan di seluruh lini dan aktivitas usahanya untuk memperbaiki keuangan perseroan.
Untuk proses pembenahan perseroan merupakan usaha bersama dan membutuhkan waktu setidaknya tiga tahun untuk melihat hasilnya.
"Tren meningkatnya utang sudah dimulai sejak 2011 sampai dengan 2018, sehingga akumulasi utang mencapai Rp 31 triliun.
Peningkatan utang tersebut, disebabkan beberapa hal, satu di antaranya pengeluaran investasi yang belum menghasilkan sesuai dengan rencana," kata Silmy Karim.
Manajemen baru Krakatau Steel melakukan restrukturisasi utang pada Januari 2020, dan hasilnya beban cicilan maupun bunga menjadi lebih ringan.
“Proyek blast furnace diinisiasi pada tahun 2008 dan memasuki masa konstruksi pada tahun 2012, jauh sebelum saya bergabung di Krakatau Steel pada akhir tahun 2018.
Manajemen saat ini sudah mendapatkan solusi agar fasilitas atau pabrik yang tadinya mangkrak bisa jadi produktif," kata Silmy dalam keterangannya, Selasa (28/9).
Baca juga: Disinggung Menteri BUMN Ada Dugaan Korupsi, Krakatau Steel: Jadi Perhatian Manajemen
Ia menyebut, saat ini Krakatau Steel sudah memiliki dua calon mitra strategis, bahkan satu calon sudah menandatangani Memorandum of Agreement (MOA) dengan Krakatau Steel.
Satu mitra lagi sudah menyampaikan surat minat untuk bekerja sama dalam hal blast furnace.
Artinya sudah ada solusi atas proyek blast furnace dan ditargetkan kuartal III 2022 akan dioperasikan.
Blast furnace merupakan salah satu proses metalurgi untuk mereduksi bijih besi (iron ore), pellet, dan/atau sinter secara kimia dan mengubah material besi padat tersebut menjadi logam besi cair bersuhu tinggi (hot metal) dengan sarana tanur/tungku pelebur.
Blast furnace disebut pula sebagai metode tanur tegak atau tinggi, karena menggunakan prosesnya yang menggunakan tanur berbentuk silinder tegak dengan ukuran yang relatif besar.
Diameternya tanur ini berukuran ±6 meter dengan tinggi ±20-30 meter. Tungku dengan lubang di bagian atas ini terbuat dari plat baja yang dinding bagian dalamnya dilapisi material bata tahan api (refractory brick).
Baca juga: Lacak Kasus Covid-19, Aparat Korea Utara Lakukan Patroli Datangi Warga dari Rumah ke Rumah
“Pengoperasian Blast Furnace nantinya akan menggunakan teknologi yang memaksimalkan bahan baku dalam negeri yaitu pasir besi. Penggunaan pasir besi ini akan menghemat biaya produksi dan menurunkan impor bahan baku dari luar negeri yaitu iron ore,” papar Silmy.