TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan Umum Bulog berpotensi mengalami kerugian pada tahun ini.
Hal tersebut diakui direktur utamanya Budi Waseso.
Potensi kerugian ini terjadi karena penyaluran beras yang lebih kecil dibandingkan dengan biaya penyerapan gabah dan beras petani, termasuk ongkos perawatannya.
"Tentunya potensi Bulog merugi itu pasti. Kenapa? Ya kita uangnya pinjam, bunga itu komersil berjalan terus," kata Dirut Bulog Budi Waseso dalam acara penyampaian Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI terkait tata kelola beras di Jakarta, seperti dikutip Kompas.com, Senin (18/10/2021).
Pria yang kerap disapa Buwas itu memaparkan sejumlah kondisi yang membuat Bulog berpotensi merugi dengan kondisinya saat ini.
Baca juga: Bulog Mencatatkan Telah Serap 1 Juta Ton Beras dari Petani Lokal
Yang paling mendasar adalah hilangnya pangsa pasar Bulog untuk menyalurkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang diserap dari petani.
Sejak bantuan sosial (bansos) beras untuk rakyat sejahtera (rastra) dihentikan dan diganti oleh Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), sebut dia, Bulog kehilangan pangsa pasar sebanyak 2,6 juta ton setahun untuk menyalurkan beras CBP.
Buwas menyebutkan, saat ini Bulog hanya menyalurkan CBP untuk keperluan operasi pasar dan bantuan bencana alam yang jumlahnya sekitar 850.000 ton setahun.
Di luar itu, Bulog bisa menyalurkan CBP apabila ada program yang dijalankan atau tidak rutin, seperti bantuan beras PPKM dan lainnya.
Di sisi lain, Bulog juga diwajibkan untuk menyerap gabah atau beras hasil panen petani untuk kebutuhan CBP minimal 1 juta ton dan maksimal 1,5 juta ton.
Baca juga: Hingga 27 Agustus 2021, Stok Beras Bulog Mencapai 1,16 Juta Ton
Penyerapan beras petani ini dilakukan oleh Bulog dengan pembiayaan bank dengan bunga komersil.
Selain lebih sedikitnya penyaluran CBP dibandingkan dengan stok yang harus diserap dari petani, Bulog juga harus mengeluarkan ongkos perawatan beras selama masa penyimpanan di gudang.
Buwas membeberkan gudang yang digunakan Bulog untuk menyimpan beras adalah gudang biasa pada umumnya, bukan khusus untuk menyimpan beras.
Hal tersebut menyebabkan kualitas beras semakin lama disimpan akan semakin turun mutu sehingga tidak bisa disalurkan ke pasar.