Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan terus menuai polemik.
Menurut akademisi Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), rencana revisi PP 109/2012 sebaiknya tidak dilanjutkan karena belum memiliki urgensitas dan sarat adanya intervensi asing dalam mengganggu kedaulatan negara.
"Berkenaan dengan masalah revisi PP 109/2012 ini terdapat pihak tertentu mengganggu kedaulatan negara berkaitan dengan Industri Hasil Tembakau (IHT)," ujar Pakar Hukum Internasional sekaligus Rektor Unjani Profesor Hikmahanto Juwana, Selasa (26/10/2021).
Menurut dia, kalau bicara mengenai industri hasil tembakau ini banyak menopang lapangan kerja, kehidupan masyarakat, dan juga perekonomian nasional.
Baca juga: Petani Tembakau Kirim Surat ke Presiden, Minta Jokowi Tolak Kenaikan Cukai Rokok
Namun sayangnya belakangan ini, lanjut Hikmahanto, dirinya mendengar ada LSM luar negeri berupaya untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
“Pemerintah sendiri sangat teguh untuk tidak mau diatur oleh negara lain ataupun LSM asing tersebut. Tapi, bukannya tidak mungkin bahwa LSM asing ini menggunakan kekuatan uangnya untuk mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijakan,” katanya.
Sementara di Indonesia sendiri, khususnya berkenaan dengan IHT dari aspek kesehatan sudah ada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, di mana terdapat aturan turunannya seperti PP 109/2012.
Baca juga: Kenaikan Harga Rokok Dianggap Mengancam Kelangsungan Industri Hasil Tembakau
Hikmahanto menjelaskan, pengaturan lebih rendah berupa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dan peraturan daerah juga sudah banyak.
“Kalau bicara soal kesehatan saya setuju untuk diselesaikan, tapi ini ada LSM asing yaitu Bloomberg Philanthropies, menyalurkan uang kepada LSM lokal untuk mendorong proyek-proyek yang ingin mematikan Industri Hasil Tembakau. Ini saya tidak setuju,” tutur dia.
Di waktu sama, Pengamat sekaligus Dosen dan Ahli Kebijakan Publik Unjani Riant Nugroho menambahkan, dalam konteks membuat kebijakan, pemerintah tidak bisa menyusun atas dasar kepentingan satu pihak saja.
Begitupun dalam hal revisi PP 109/2012, pemerintah dinilai tidak hanya melindungi kesehatan, melainkan juga semua pihak, khususnya petani tembakau dan industri hasil tembakau.
“Pembuatan kebijakan unggul itu ada tiga ciri yakni harus cerdas, bijaksana, dan memberikan harapan. Jadi, proses revisi (PP 109/2012) lebih baik berhenti dulu, kemudian baru digagas, apakah kebijakan ini sudah mencapai hasil yang dulu dikehendaki, atau kurang, atau justru melebihi," pungkasnya.