News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

CORE Ingatkan Pemerintah DPR Perlu Tegas ke Surveyor Nikel yang Tidak Taat Aturan Survei

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Pengolahan bijih nikel.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik mengenai selisih perhitungan kadar nikel terus mengemuka, misalnya di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) hanya terdapat satu perusahaan surveyor yang ditunjuk smelter.

Sementara, pemerintah sudah menetapkan menetapkan sejumlah perusahaan penyurvei yang boleh dan diizinkan untuk melakukan verifikasi atas kadar nikel tersebut.

Sejumlah pengusaha menilai, ada privilege yang diberikan ke salah satu penyurvei. Bahkan, salah satu penyurvei dinilai melalukam potong kompas.

Seharusnya melakukan survei dengan datang langsung ke lokasi tambang, namun ternyata hanya vidio dan foto sampel nikel.

Sebagai informasi, saat ini terjadi kisruh antara pengusaha nikel dengan pemilik smelter berkenaan dengan harga patokan mineral alias HPM.

Hal itu terjadi lantaran adanya perbedaan hitungan kandungan nikel di pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar.

Baca juga: Pengamat: Selisih Hitung Kadar Nikel Bisa Berdampak Pada Penerimaan Negara

Jika merujuk pada data di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, saat ini sudah ada empat surveyor untuk memverifikasi nikel, yakni Surveyor Indonesia, Anindya, Sucofindo, dan Carsurin.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah mengungkapkan, tidak boleh ada surveyor yang diistimewakan, bahkan seharusnya semua surveyor mengikuti semua prosedur, metodologi survei hitungan kadar nikel sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah.

Baca juga: Jokowi Yakin 3-4 Tahun Lagi Indonesia Jadi Produsen Utama Produk Berbasis Nikel

"Surveyor seharusnya punya standard prosedur tidak boleh asal potong kompas. Selisih hitung kadar nikel jelas merugikan negara karena pendapatan yang lebih kecil. Hal ini seharusnya ditindaklanjuti secara serius," ujarnya.

"Harus dibuktikan selisih hitung itu dan apa penyebabnya. Kalau terjadi dikarenakan kong kalikong pengusaha tambang dengan surveyor, keduanya harus mendapatkan sanksi yan tegas. Kalau yang terjadi adalah kelalaian surveyor, maka surveyor harus disanksi termasuk sanksi dicabut izin operasi," tegas Piter, kepada media, Senin (25/10/2021).

Menurut Piter, sengkarut hitungan kadar nikel ini sejatinya bisa dituntaskan jika ada sikap tegas pemerintah, terutama pada surveyor. Jika tak ada ketegasan, malah dibiarkan lama, maka negara dan pengusaha dirugikan.

"Saya kira dalam hal ini solusinya hanya pada ketegasan saja. Pemerintah harus tegas terkait surveyor. Surveyor yan nakal harus disanksi agar pelaksanaan survey perhitungan kadar tidak lagi merugikan negara," tegasnya.

Baca juga: Ditopang Kenaikan Harga Nikel, Emiten PAM Mineral Tbk Optimistis Kinerja Meningkat

Ia mengingatkan, akibat kesalahan hitung kadar nikel, bisa juga menguntungkan pengusaha tambang. Bahkan, patut dicurigai bagian kongkalikong pengusaha tambang dengan surveyor dalam rangka menghindari pajak.

"Makanya, hal ini perlu disorot, siapa yang bermain. Ini kan merugikan negara dan kredibilitas surveyor," ujarnya.

Jangan sampai, terjadi monopoli survey dalam lingkaran smelter. Ditegaskan Piter, sengkarut hitungan kadar nikel, merupakan domain eksekutif.

Sementara DPR seharusnya mempertanyakan langsung ke pemerintah. Kalau masih memerlukan pendalaman, DPR bisa memanggil semua pihak yang terkait.

"Memang terlalu dini menyebut monopoli. Taruhlah ada 10 perusahaan surveyor, lalu semua smelter memilih hanya satu surveyor. Itu bukan indikasi monopoli. Yang harus dibuktikan adalah apakah satu surveyor tersebut melakukan kecurangan," kata Piter.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno menyatakan pihaknya sudah membentuk Panitia kerja (Panja) untuk membahas mengenai penyelesain polemik perbedaan hitungan kadar nikel yang merugikan pengusaha nikel dalam negeri.

“Kami di Komisi VII sudah menyelesaikan panja terkait polemik nikel tersebut. Panja tersebut sudah menghasilkan rekomendasi ke Kementerian ESDM. Maka dari itu harus segera ditinjak lanjuti oleh Kementerian ESDM,” terang Eddy, kepada wartawan.

Komisi VII DPR RI juga mendesak pemerintah menata ulang industri nikel di dalam negeri. Penataan ulang tersebut berkaitan dengan silang sengkarut perbedaan hitungan kadar nikel yang akan dipasok ke pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).

Hasil Panja Komisi VII merekomendasikan supaya ada penataan surveyor untuk bisa melaksanakan tugasnya secara konsekuen. “Bahkan dalam temuan kami ada surveyor yang belum tersertifikasi,” ungkap Eddy.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini