Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah negara di dunia menargetkan net zero emissions goals pada 2050.
Negara tersebut seperti Prancis, Inggris, Uni Eropa, Jepang, Korea, Kanada, Afrika Selatan, Argentina dan Meksiko.
Sementara Tiongkok menargetkannya pada 2060.
Pemerintah Indonesia sendiri pun perlu mengikuti jejak yang sama untuk mendukung zero emisi di tahun 2060. Oleh karenanya perlu regulasi ekonomi hijau.
Baca juga: PBB: Komitmen Iklim Global yang Baru Gagal Penuhi Target Perjanjian Paris
Ekonomi hijau adalah suatu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat. Namun juga mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan
Menurut Peneliti Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL), Chenny Wongkar, ada tiga indikator penting untuk mewujudkan Ekonomi hijau di Indonesia.
Tiga indikasi mewujudkan pembangunan ekonomi berkeadilan, inklusif dan responsif terhadap krisis iklim, pertama, pengedepanan kondisi lingkungan hidup.
Kedua penegakkan dan penjaminan hak asasi manusia. Ketiga aktivitas ekonomi dilakukan tanpa pengabaian konteks sosial masyarakat dalam kebijakan pembangunan.
Baca juga: KPK Selisik Bagi Untung Para Calo dalam Proses Pengadaan Tanah SMKN 7 Tangerang Selatan
Selain ada hal lain yang perlu dilakukan.
"Kejelasan tujuan dan rote map dalam pencapaian target. Didukung transparansi akuntabilitas dan inklusifitas. Dan juga kolaborasi seluruh pemangku kepentingan," paparnya dalam webinar secara virtual, Rabu (27/10/2021).
Semua ini, menurut pemaparan Chenny menjadi kunci masyarakat terbebas dampak negatif dan krisis iklim. Chenny mengatakan untuk digarisbawahi, indeks pembangunan dan pertumbuhan ekonomi tidak ditentukan hanya dari GDP (Gross Domestic Product)
"Tapi indikator sosial dan lingkungan yang menjadi pertimbangan utama percapaian pertumbuhan ekonomi dalam rangka pembangunan nasional sendiri," pungkasnya.