Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta mempertimbangkan aspek pemulihan ekonomi nasional dalam mengambil kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, kebijakan perlu difokuskan formula yang baku dengan tetap memperhatikan pengendalian atau kesehatan, tenaga kerja.
Kemudian, dari sisi penerimaan negara, peredaran rokok ilegal dan petani tembakau dengan mempertimbangkan data terkini tiap tahunnya.
Baca juga: Mata Rantai IHT Berharap Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Mempertimbangkan Keberlangsungan Usaha
"Konsistensi dalam pelaksanaan penerapan formula atau dimensi, sehingga dapat memberikan kepastian bagi kesehatan, dunia usaha maupun masyarakat," kata Tauhid saat webinar Akurat Solusi Tema: Reformulasi Kebijakan Cukai Rokok & Masa Depan Industri Hasil Tembakau, yang ditulis Senin (8/11/2021).
Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Akbar Harfianto menyatakan, pertimbangan kebijakan cukai hasil tembakau didasari pada landasan empat pilar kebijakan meliputi pengendalian konsumsi (aspek kesehatan), peredaran rokok ilegal, keberlangsungan tenaga kerja, optimalisasi penerimaan negara.
Baca juga: Kenaikan Tarif Cukai Rokok Dinilai Tidak Sejahterakan Petani dan Buruh
Total beban pajak atas rokok di Indonesia mencapai 62 persen termasuk cukai, PPN, dan pajak rokok mendekati rata-rata beban pajak di negara berpendapatan tinggi.
“Pada tahun 2020, penerimaan cukai HT terhadap perpajakan mengalami kenaikan menjadi 13,2 persen, dimana rata-rata proporsi penerimaan cukai HT sebesar 10,2 persen," paparnya.