Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengungkapkan, maskapai Garuda Indonesia sebenarnya secara teknis sudah dalam posisi bangkrut.
Namun secara legal, maskapai berkode saham GIAA tersebut belum dinyatakan gulung tikar.
Hal ini diungkapkan Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VI, Selasa (9/11/2021).
"Kondisi Garuda Saat ini negatif ekuitas 2,8 miliar dolar AS (atau setara Rp40 triliun)," terang Kartika.
"Sebenarnya kalau istilah perbankan, ini sudah technically bankrupt (secara teknis bangkrut). Tapi legally belum," sambungnya.
Kartika kembali menjelaskan, ekuitas negatif disebabkan tidak seimbangnya neraca keuangan perseroan.
Di mana nilai liabilitas lebih besar daripada aset.
Baca juga: Pemerintah Diminta Cari Solusi Selamatkan Garuda Indonesia Selain PMN
Seperti diketahui, nilai liabilitas Garuda tercatat sebesar 9,8 miliar dolar AS.
Jika dirinci, liabilitas GIAA berasal dari liabilitas terdiri dari utang vendor swasta, utang vendor BUMN, Obligasi Wajib Konversi, Sukuk, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset, utang bank, dan utang lessor (perusahaan penyewaan pesawat).
Utang perseroan kepada para lessor tercatat memiliki kontribusi yang terbesar terhadap liabilitas, yakni senilai 6,3 miliar dolar AS.
Sementara nilai aset Garuda Indonesia cuma senilai 6,8 miliar dolar AS.
"Dengan kondisi seperti ini maka mendapatkan ekuitas yang negatif," pungkasnya.
Kesepakatan Negosiasi Kreditur Adalah Kunci Utama Garuda Indonesia Kembali Berjaya
Maskapai penerbangan pelat merah, Garuda Indonesia sampai dengan saat ini masih belum pulih dari kinerja keuangannya.
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo menyebutkan, hanya ada satu kunci utama agar kinerja keuangan Garuda Indonesia kembali pulih.
Yaitu, mendapatkan persetujuan terkait negosiasi utang dengan para kreditur Garuda Indonesia.
"Dengan keadaan neraca keuangan yang negatif ini, tidak ada cara lain. Kita harapkan dapat menegosiasikan leasing," ucap Kartika saat melakukan rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat Komisi VI, Selasa (9/11/2021).
"Yang menjadi kunci utama suksesnya restrukturisasi Garuda adalah persetujuan (negosiasi) kreditur. Ini yang penting," sambungnya.
Seperti diketahui, kreditur yang dimaksud oleh Kartika adalah para lessor (pihak penyewaan pesawat), hingga pihak perbankan yang telah memberikan fasilitas pinjaman.
Baca juga: Nusron Wahid Minta Menteri BUMN Selamatkan Garuda Tanpa APBN
Untuk lessor sendiri, maskapai berkode saham GIAA ini memiliki kerjasama dengan 32 lessor.
Dan dari beberapa lessor tersebut, Garuda Indonesia harus membayar harga sewa yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan harga sewa pesawat pada umumnya.
Sebagai informasi, jumlah pesawat Garuda Indonesia dan Citilink juga akan dinegosiasikan ulang dan dipangkas.
Di mana dari total 202 pesawat di 2019, menjadi 134 di 2022 agar selaras dengan jaringan rute penerbangan Perseroan.
Maka dari itu, Kementerian BUMN bersama manajemen Garuda Indonesia saat ini telah menyusun proposal yang sangat komprehensif, untuk melayangkan ke kreditur-kreditur terkait.
"Jadi nasib Garuda ini bukan hanya di pemegang sahamnya, tapi di tangan krediturnya juga," papar Kartika.
"Makanya kami sedang bernegosiasi sangat aktif dengan para lessor dan juga dengan para Bank termasuk Himbara, dan juga Pertamina. Kreditur ini harus mengakui kondisi Garuda sekarang dan harus ada pengurangan utang yang signifikan," pungkasnya.
Baca juga: Wamen BUMN: Kesepakatan Negosiasi Kreditur Adalah Kunci Utama Garuda Indonesia Kembali Berjaya
Serikat Karyawan Garuda Sambangi KPK
Serikat Karyawan Garuda menyambangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka meminta Firli Bahuri Cs untuk mengusut dugaan penggelembungan dana pembelian pesawat di PT Garuda Indonesia.
"Pengadaan pesawat itu memang mulai dari 2006, ini dokumennya. Saya kira bisa ditelusuri siapa dirut dan komisaris pada saat itu," ucap Ketua Harian Serikat Karyawan Garuda, Tomy Tampati, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (9/11/2021).
Tomy mengatakan pihaknya sudah sering melapor ke KPK soal dugaan penggelembungan pembelian pesawat itu.
Baca juga: Fraksi NasDem Minta Pimpinan DPR Bentuk Pansus Penyelamatan Garuda
Namun, menurutnya, laporannya tak pernah ditindaklanjuti oleh KPK.
"Maka dari itu saya kira di media sudah tersebar pernyataan dari komisaris Garuda Indonesia yang menyatakan bahwa pengadaan pesawat itu ada indikasi mark up. Maka dari itu kami minta KPK melakukan pengusutan terhadap indikasi yang ada," kata Tomy.
Tomy menyebut salah satu bukti yang pernah dilaporkan olehnya terkait penunjukkan konsultan untuk pengadaan pesawat secara langsung.
Penunjukan langsung itu membuat negara mengeluarkan dana Rp800 miliar.
"Selain indikasi dalam pengadaan pesawat, sebagaimana disampaikan komisaris Garuda bahwa ada penunjukkan konsultan secara langsung nilainya Rp800 miliar. Kami harap KPK juga melakukan pengusutan," tutur Tomy.
KPK diharap segera mengusut dugaan rasuah di tubuh PT Garuda Indonesia.
Menurutnya, borok perusahaan penyedia jasa penerbangan itu sudah sangat banyak.
"Mudah-mudahan ini jadi pintu masuk KPK baik pengadaan pesawat, mesin pesawat yang pernah kami laporkan," kata Tomy.
Baca juga: Wamen BUMN: Kesepakatan Negosiasi Kreditur Adalah Kunci Utama Garuda Indonesia Kembali Berjaya
Tomy siap dipanggil KPK untuk memberikan data lain.
Serikat pekerja tidak mau Garuda Indonesia terus menerus menjadi buruk.
Permainan amis di PT Garuda Indonesia ini juga diyakini sebagai salah satu penyebab pailit.
"Saya kira beban hutang sekarang ini kan akibat dari pengadaan pesawat juga, kontribusi terbesar. maka dari itu dikatakan ada korelasi jelas ada. ini yang harus ditelusuri oleh KPK," ujar Tomy.