TRIBUNNEWS.COM -- Terus menerus terpuruk, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dinyatakan secara teknis telah bangkrut.
Pernyataan tersebut diungkap oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo.
Wakil Menteri BUMN ini blak-blakan bicara soal kondisi Garuda Indonesia saat ini.
Terus merugi, perusahaan juga harus menanggung utang segunung dan bunga yang terus bertambah.
Dari pengalamanya selama puluhan tahun sebagai bangkir, menurut dia, Garuda Indonesia sebenarnya sudah bangkrut secara teknis.
Baca juga: Dukung penyelamatan Garuda Indonesia, Wakil Ketua MPR : Restruktusasi dan tempatkan SDM profesional
Ini karena dengan utang yang sangat besar, sehingga nyaris sulit untuk menyelamatkannya.
"Sebenarnya kalau dalam kondisi saat ini, kalau dalam istilah perbankan ini technically bangkrupt (secara teknis bangkrut), tapi legally belum. Sekarang kami sedang berusaha untuk keluar dari kondisi ini yang technically bangkrupt," kata Tiko, sapaan akrabnya, seperti dikutip pada Rabu (17/11/2021).
Mantan Dirut Bank Mandiri ini membeberkan, kondisi keuangan Garuda Indonesia saat tengah berdarah-darah, yakni memiliki ekuitas negatif sebesar 2,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 40 triliun per September 2021.
Artinya, perusahaan memiliki utang yang lebih besar ketimbang asetnya. Saat ini liabilitas atau kewajiban Garuda Indonesia mencapai 9,8 miliar dollar AS, sedangkan asetnya hanya sebesar 6,9 miliar dollar AS.
"Neraca Garuda sekarang mengalami negatif ekuitas 2,8 miliar dollar AS, ini rekor. Dulu rekornya dipegang Jiwasraya, sekarang sudah disalip Garuda," terang Tiko.
Baca juga: Hasil Uji Coba Timnas Indonesia, Skuat Garuda Kalah Tipis 0-1 dari Afghanistan
Ia menjelaskan, liabilitas Garuda Indonesia mayoritas berasal dari utang kepada lessor yang nilainya mencapai 6,35 miliar dollar AS.
Selebihnya ada utang ke bank sekitar 967 juta dollar AS, dan utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA sebesar 630 juta dollar AS.
"Jadi memang utang ke lessor paling besar, 6,35 miliar dollar AS. Ada komponen jangka panjang dan komponen tidak terbayar dalam jangka pendek. Tentunya dengan kondisi seperti ini, mengalami ekuitas negatif," kata Tiko.
Kirim proposal ke lessor
Sementara itu, manajemen Garuda Indonesia telah menyampaikan skema proposal restrukturisasi kepada lessor dan para kreditur sebagai bagian dari upaya penyehatan kinerja perseroan.
Baca juga: Pemindahan Pilot Garuda Indonesia ke Citilink Masih dalam Tahap Pembahasan
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, selanjutnya perseroan mengajak seluruh lessor dan kreditur untuk meninjau skema restrukturisasi komprehensif ini sebagai basis pertimbangan proses restrukturisasi yang akan dijalankan.
“Proposal ini menguraikan rencana jangka panjang bisnis Garuda serta sejumlah penawaran dalam pengelolaan kewajiban bisnis kami dengan para lessor, kreditur, dan para pemasok utama,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Menurutnya, penyampaian proposal restrukturisasi ini menjadi langkah percepatan proses restrukturisasi dan pemulihan Garuda.
Oleh sebab itu, langkah ini menjadi momentum penting dalam upaya perseroan untuk bertransformasi menjadi entitas bisnis yang lebih adaptif, efisien, dan profitable.
Adapun skema proposal restrukturisasi itu telah disampaikan melalui kanal data digital yang dapat diakses secara real time oleh seluruh lessor, kreditur, maupun pihak terkait lainnya mengacu pada ketentuan non-disclosure agreement yang telah disepakati seluruh pihak.
Baca juga: Sakit dan Kategori Bangkrut, Ini 5 Upaya Kementerian BUMN Agar Garuda Kembali Sehat
“Kanal ini akan mempermudah para pihak untuk meninjau dokumen serta memberi tanggapan balik karena ini merupakan bagian dari komitmen Garuda yang menegakkan prinsip-prinsip transparansi dan fairness atau kejujuran, serta menciptakan komunikasi konstruktif dengan semua kreditur,” jelas Irfan.
Ia mengatakan, proposal tersebut juga akan diselaraskan dengan momentum pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta oleh salah satu mitra bisnis Garuda.
Selain itu, Garuda juga telah berkoordinasi dengan tim restrukturisasi serta para advisors untuk terus melakukan koordinasi intensif bersama pihak lessor dan kreditur.
Hal itu untuk menjawab dan mempelajari setiap feedback yang disampaikan kepada perusahaan atas skema proposal ini dan segera melakukan tindak lanjut negosiasi agar dapat memperoleh kesepakatan terbaik.
“Dukungan lessor dan kreditur tentunya memiliki makna penting bagi kami dalam mendukung upaya transformasi mindset bisnis yang lebih adaptif dan resilient dalam menjawab tantangan industri di masa depan,” kata dia.
Sejalan dengan proses restrukturisasi yang tengah berjalan, lanjut Irfan, Garuda terus melakukan penyempurnaan atas layanan penerbangannya melalui tinjauan atas aspek cost leadership dan efisiensi dengan tetap mengedepankan aspek keamanan dan kenyamanan penerbangan kepada seluruh pengguna jasa.
“Komitmen kami tersebut juga didukung dengan penerapan asas good corporate governance pada seluruh aspek bisnis, termasuk memaksimalkan lini pendapatan dari bisnis kargo sebagai salah satu penopang utama pendapatan usaha Garuda,” tutup Irfan.
Sebagai informasi, kinerja keuangan Garuda terus merugi ditandai dengan pendapatan yang lebih rendah daripada biaya operasional yang dikeluarkan.
Hingga September 2021, Garuda mencatatkan total pendapatan sebesar 568 juta dollar AS atau sekitar Rp 8,06 triliun (asumsi kurs Rp 14.200 per dollar AS).
Namun, total biaya operasional yang ditanggung mencapai 1,29 miliar dollar AS atau sekitar Rp 18,31 triliun. (Yohana Artha Uly/Muhammad Idris/ Bambang P Djatmiko)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hitungan Pemerintah, Garuda Sudah Bangkrut Secara Teknis"