TRIBUNNEWS.COM -- Pemerintah Indonesia ngotot untuk terus mewujudkan proyek kereta cepat.
Saat ini proyek yang sedang dilaksanakan adalah Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Namun tahukah Anda, di beberapa negara maju malah justru tidak memilih proyek ini.
Ada beberapa alasan, pembangunan kereta cepat seringkali menimbulkan polemik.
Biaya investasi yang mahal dan lamanya waktu pengembalian modal adalah dua alasan utamanya.
Itu sebabnya, masih banyak negara, termasuk beberapa negara maju, belum memutuskan kereta cepat sebagai prioritas.
Baca juga: KCJB Dinilai Membuat Indonesia Memiliki Daya Saing di Mata Dunia
Tanpa hitungan matang, proyek kereta cepat justru akan memberikan kerugian karena biaya operasional tak bisa ditutup dengan penjualan tiket.
Jepang contohnya, dari beberapa jalur kereta cepat, relatif rute Tokyo-Osaka yang masih menguntungkan. Rute lainnya yang masih untung adalah Osaka-Hakata.
Namun pada tahun 2020, seperti dikutip Nikkei, Central Japan Railway akhirnya juga harus menanggung rugi sebesar 1,8 miliar dollar AS di rute Osaka-Tokyo.
Setali tiga, China pun sejatinya sudah mulai mengerem pembangunan kereta cepatnya. Dari data yang dirilis Statista, dari 15 rute kereta cepat yang ada, hanya 5 yang menguntungkan.
Baca juga: Pembengkakan Biaya Proyek Kereta Cepat Tak Terjadi di KCJB Saja? Berikut yang Terjadi di Luar Negeri
10 sisanya terus menerus dalam kondisi merugi.
Sementara di Asia Tenggara, Malaysia memutuskan menghentikan proyek kereta cepat yang menghubungkan Kuala Lumpur dengan Jurong Singapura, meskipun Negeri Jiran itu sudah terlanjur mengeluarkan biaya investasi yang tak sedikit, termasuk harus membayar kompensasi kerugian ke Singapura.
Lalu mengapa Amerika Serikat sebagai negara maju enggan mengembangkan kereta cepat? Amerika Serikat sebenarnya sudah memiliki kereta cepat bernama Acela yang dioperatori oleh Amtrax yang sebenarnya masih merupakan 'BUMN'.
Namun perusahaan ini tak berkembang dengan rute terbatas karena kurang menguntungkan. Penumpangnya pun sepi.
Dikutip dari BBC, AS juga memiliki rencana membangun kereta cepat untuk rute Los Angeles dan San Francisco.
Namun hal itu masih sebatas rencana dan menuai perdebatan publik.
Paman Sam dikenal sebagai negara yang sangat perhitungan dari sisi ekonomi.
Mereka yang menolak kereta peluru berpendapat, untuk apa membangun kereta cepat yang di banyak tempat merugi, jika negara itu sudah memiliki jaringan jalan tol dan pesawat udara yang sudah sangat baik.
Selain itu, sebagai negara yang menggantungkan ekonomi pada sektor swasta, sejauh ini belum ada investor swasta yang berniat membangun kereta cepat di sana.
Kondisi ini berbeda dengan kereta barang, di mana banyak perusahaan swasta AS berlomba-lomba membangun jaringan rel kereta karena sudah terbukti sangat menguntungkan.
Alasan kurang berminat pada kereta cepat Sementara itu dilansir dari Forbes, ada beberapa alasan mengapa Amerika Serikat masih enggan mengembangkan kereta cepat.
1. Kepadapatan penduduk
Sebagai negara dengan daratan luas dan ekonomi yang tersebar merata, kepadapatan penduduk di AS relatif rendah dibandingkan dengan kota-kota di Eropa dan Asia.
Kota metropolitan sekelas Dallas saja yang merupakan kota dengan wilayah metropolitan terbesar keempat di dunia memiliki kepadatan yang lebih rendah dibandingkan Provinsi Hebei China.
Faktor ini yang membuat secara ekonomi, kereta berkecepatan tinggi menjadi sangat sulit. Membangun kereta cepat, AS harus siap dengan risiko kerugian.
2. Pola pemukiman
Sebagian besar orang Amerika tinggal di pinggiran kota yang didominasi oleh rumah keluarga tunggal yang terletak di sebidang tanah yang membentang bermil-mil. Hal ini berbeda dengan kota-kota di negara maju di Asia dan Eropa.
Di mana kota besar sudah lebih dulu ada sebelum adanya mobil, di mana pemerintah menyediakan akses transportasi publik dan memanjakan pejalan kaki.
Sebaliknya di AS, kota-kota besarnya tumbuh dan membesar dengan mengandalkan mobil sehingga berpengaruh pada persebaran penduduknya.
Bahkan jika seorang penumpang kereta api turun di stasiun sekalipun, dia masih harus naik mobil karena sebagian besar stasiun kereta api kota metropolitan di AS belum menyediakan sarana transportasi publik yang nyaman untuk sampai ke tujuan.
3. Kepemilikan properti
Membangun kereta cepat artinya harus menggusur properti warganya. Untuk kereta cepat, pembangunan jalurnya tentu harus lurus dan sulit menikung tajam.
Ini akan membuat banyak properti terdampak. Di AS, pembebasan properti sendiri merupakan harga yang mahal.
Sementara banyak jaringan rel di AS saat ini sudah dibangun sejak lama, saat harga tanah relatif masih murah. Hal ini berbeda dengan China, di mana pembebasan tanah bukan menjadi masalah utama.
4. Budaya Mobil
Mobil sangat membudaya di masyarakat AS. Bahkan, sebagai negara dengan jaringan kereta api sangat besar, tak banyak yang dipakai sebagai angkutan penumpang dan lebih banyak didominasi angkutan barang.
Budaya mobil masyarakat AS bisa dilihat dari film American Graffiti hingga Fast Furious. Meski sejak beberapa tahun terakhir adanya polemik karbon dan dampak lingkungan, namun budaya bermobil warga AS ini tampaknya masih akan sulit tergantikan hingga bertahun-tahun mendatang.
5. Jaringan transportasi yang sudah maju
Sebagai negara yang sangat perhitungan, kereta cepat bagi AS bukan pilihan saat ini. Negara ini sudah memiliki jaringan tol dan kereta api yang sangat memadai.
Paman Sam juga didukung oleh industri penerbangan yang sangat sibuk dan murah meriah yang menghubungkan semua kota-kota besarnya.
Dan yang tak bisa dipungkiri, AS adalah rumah bagi perusahaan pembuat pesawat Boeing. (Muhammad Idris)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sebagai Negara Maju, Kenapa AS Enggan Mengembangkan Kereta Cepat?"