Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mempertanyakan pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah terkait upah minimum buruh Indonesia terlalu tinggi.
Dia mengecam Menaker Ida Faiziyah yang menurutnya berbicara tidak berdasarkan data. Faktanya, upah buruh Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Vietnam.
"UMP Indonesia di bawah Vietnam, Singapura dan Malaysia. Sedikit lebih tinggi dibanding Kamboja, Myanmar, Laos dan Bangladesh," kata Said dalam konferensi pers daring, Jakarta, Senin (22/11/2021.
Said menegaskan upah minimum terlalu tinggi yang disampaikan oleh pemerintah tersebut tidak relevan.
Sebagai negara dengan populasi besar, Indonesia tertinggal dalam hal pengupahan buruh.
Baca juga: Gawat, 60 Federasi Buruh Serukan Unjuk Rasa dan Mogok Kerja Nasional
"Kami tidak mengerti Menaker mengatakan upah di Indonesia terlalu tinggi. Datanya dari mana? Padahal sudah jelas, UMP Indonesia di bawah Vietnam, Singapura, Malaysia," ucap Said.
Baca juga: Tuntut Kenaikan Upah Minimum, Buruh Berencana Gelar Aksi Unjuk Rasa Hingga 26 November 2021
KSPI menyampaikan data upah buruh di Kamboja sebesar 118 dolar AS per bulan, Laos 121 dolar AS per bulan, Indonesia 174 dolar AS per bulan, Vietnam 181 dolar AS per bulan.
"Dibandingkan Thailand kita 1,5 kali lipat bedanya. Upah buruh Thailand 259 dolar AS per bulan," tegasnya.
Baca juga: Upah Murah Tidak Jamin Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Lebih Baik
Said meminta pemerintah lebih memahami lagi komparasi data upah dengan negara lain.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Dita Indah Sari menyatakan, kondisi saat ini Upah Minimum (UM) di Indonesia terlalu tinggi jika dikomparasi atau dibandingkan dengan nilai produktivitas tenaga kerja.
Menurutnya, nilai efektivitas tenaga kerja Indonesia berada di urutan ke-13 Asia.
"Baik jam kerjanya, maupun tenaga kerjanya, ini umum secara nasional. Komparasinya ketinggian itu dengan produktivitas," kata Dita Indah Sari lewat keterangannya, Jumat (19/11/2021).
Selain itu, menurut Dita, dari sisi jam kerja saja, di Indonesia sudah terlalu banyak hari libur bagi pekerja.