Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Pihak terkait diperintahkan untuk melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dalam jangka dua tahun sejak putusan diucapkan.
Namun, UU ini bisa menjadi inkonstitusional permanen menurut MK.
"Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan secara daring, Kamis (25/11/2021).
MK menilai dalam pertimbangannya metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.
Baca juga: MK: UU Cipta Kerja Masih Berlaku Sampai Dilakukan Perbaikan Selama 2 Tahun
Dalam pembentukannya, Mahkamah juga menilai, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan kepada publik.
"Terlebih lagi naskah akademik dan rancangan UU Cipta Kerja tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat, padahal berdasarkan pasal 96 ayat 4 UU 19 tahun 2011, akses terhadap UU diharuskan untuk memudahkan masyarakat memberikan masukan secara lisan atau tertulis," kata Hakim Mahkamah.
Baca juga: Pemerintah dan DPR Harus Perbaiki UU Cipta Kerja dalam 2 Tahun, Sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.
Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja otomatis dinyatakan inkostitusional bersyarat secara permanen.
Baca juga: Menko Airlangga: Pemerintah Hormati Putusan MK Tentang UU Cipta Kerja
Dalam putusan ini, empat hakim MK menyatakan dissenting opinion. Keempatnya yaitu Anwar Usman, Daniel Yusmic, Arief Hidayat, dan Manahan M.P Sitompul.
Putusan MK ini merujuk pada uji formil yang diajukan oleh lima penggugat terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta tiga orang mahasiswa, yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito. Adapun uji formil tersebut tercatat di nomor gugatan 91/PUU-XVIII/2020.